Saturday, 29 October 2016

Tepi Hutan Jati

Pagi yang cerah,dirgo menikmati kopinya dengan duduk di teras depan rumahnya,sesekali melambai dan menyahuti sapaan orang orang yang melintas di jalan depan rumahnya,jalan desa kecil yang hanya ramai bila pagi dan sore hari ketika warga kampung berangkat dan pulang dari sawah,maklumlah desa itu hanyalah desa kecil di tepi hutan jati.Dirgo sendiri hanyalah anak desa biasa,bapaknya Darsono,45 tahun,seorang petani yang beruntung memiliki sawah yang lumayan luas.Ibunya atikah,biasa dipanggil Atik, 35 tahun, hanya seorang ibu rumah tangga biasa.Dirgo sendiri sekarang kelas 2 di smu negeri satu satunya yang ada di kecamatan.

"lukamu sudah sembuh go"tanya darsono bapaknya di tanganya tampak menenteng sebuah cangkul,rupanya akan berangkat ke sawah.

"sudah pak"jawab dirgo,dirgo masih ingat betul peristiwa naas 2 minggu lalu,siang itu panas terik,dirgo sedang menyiram halaman rumahnya yang berdebu ketika sebuah truk pasir melintas kencang dan melindas sebuah botol kratingdaeng"dokk!!" dirgo yang berdiri tegak di pinggir jalan semula tak begitu perduli sampai akhirnya ada rasa perih di selangkanganya ketika menengok ke bawah celana kolor yang dipakainya telah bersimbah darah.Sontak ia berteriak minta tolong ibunya.Lebih parah lagi ibunya langsung pingsan melihat anaknya berdarah darah,untunglah ada 2 orang tetangganya yang melintas dan memberikan pertolongan,alhasil 4 jahitan harus diterima burung dirgo dan untungnya lukanya juga tak terlalu dalam,kalau di posisi tegang lukanya tepat di bawah kepala karena memang dirgo ga pernah pake cd dan pas ketika beling itu menggoresnya burungnya sedang menggelantung ke bawah.

"bapak ke sawah dulu go"pamit bapaknya yang sudah keluar dari halaman rumahnya.
"ya pak."jawab dirgo singkat,dipandangnya punggung bapaknya yang bergerak menjauh dari pandanganya,darsono berkulit hitam legam dengan otot otot kekar khas orang desa,tapi tubuhnya kecil dengan tinggi hanya 160cm,beda sekali dengan dirgo anaknya di usia 18 tahun dirgo sudah 173cm dengan kulit sawo matang dan atletis.Mungkin dirgo mewarisi gen ibunya, atikah sendiri adalah wanita bongsor dengan tinggi 168,dan berat 65,dengan pantat dan dada nampak besar dan kencang,kulit kuning langsat,mata hitam lebar dan bening,hidung sedang gak terlalu mancung tp jauh dari pesek,bibir penuh dengan deretan gigi putih rapi.Dirgo sendiri sangat bangga dengan kecantikan ibunya karena memang di desanya hanya beberapa saja yang mampu sejajar dengan ibunya,baik itu kecantikan maupun kemolekan tubuhnya.

"lukamu dah kering go"tanya atikah ibu dirgo dari ambang pintu dan sapu lidi di tanganya.
"sudah kok bu"jawab dirgo singkat.Atikah terdiam sesaat sebenarnya ada ganjalan dalam hatinya yang ingin diungkapkan.Berawal dari percakapan dengan suaminya semalam.Darsono rupanya khawatir kalau luka itu akan mengganggu kinerja dari burung anaknya.
"kamu liat buk burung anak kita,masih normal apa tidak"kata darsono malam itu.
"liat bagaimana pak,lha wong tak bantu bersihkan lukanya dia tidak mau,tak paksa juga tak mau"jawab atikah.
"ya dibujuk pelan pelan buk,aku lho kuatir,kalo burungnya tidak bisa dipake,trus siapa yang akan memberi kita cucu?"

kata kata darsono masih terngiang di telinga,"trus siapa yang akan memberi kita cucu?"dan dirgo adalah anak satu satunya,sudah beberapa kali sejak musibah itu atikah meminta untuk membantu merawat lukanya tapi dirgo dengan tegas menolak,dan rasanya percuma membujuk dirgo karena atikah tau betul sifat anaknya,kukuh,ngotot dan keras kepala.

"kamu mandi dulu sana"kata atikah dan mulai rutinitasnya membersihkan halaman rumahnya yang kotor oleh daun2 kecil yang terbawa angin.Dirgo masih duduk di kursi kayu dengan santainya tp sepintas atikah tahu kalau anaknya memperhatikanya,yang sedang menyapu,atikah tersenyum dalam hati,akhirnya ia tahu apa yang harus di lakukan.

Dirgo nampak gelisah duduk di kursi,bekas jahitan di burungnya terasa gatal,biasanya dia akan mengelus elus bekas jahitan itu bila dia sendirian di kamar,tapi ini di teras rumah dan ada ibunya.Mungkin karena melihat ibunya rasa gatal itu muncul,wanita matang yg sedang menyapu itu telah lama menarik perhatian dirgo,meski dibalut daster panjang semata kaki tp bulatan dari buah pantat ibunya begitu menggoda,dadanya yang montok dan terlihat berat menggantung menambah rasa geli di burungnya,dan perlahan burung itu bangun dari tidurnya,dirgo menaikan kedua kakinya ia tak mau ibunya melihat tenda di celana kolor yang dipakenya karena memang dia tak memakai celana dalam.Tak lama kemudian ibunya sudah selesai menyapu,halaman rumah nampak bersih dan rapi meski hanya berlantai tanah.

"hehhh.."dirgo bernafas berat ketika ibunya sudah masuk rumah,dengan cepat ia membetulkan letak burungnya yang tersangkut di kolornya,sejak luka itu mulai sembuh seminggu lalu ada yang aneh dengan burung dirgo,sering kali tiba tiba gatal dan tegang bila melihat wanita dan sialnya di rumah ini ada wanita cantik yang selalu membuat gatal bekas luka itu.Dirgo sebenarnya jengkel juga dengan bu bidan nurul yang menjahit luka di burungnya,jahitanya buruk sekali benjol benjol dan berkedut,parahnya lagi sejak luka itu kering banyak bulu tumbuh di jahitan itu membuat penampilan burung dirgo jadi tambah mengerikan.
"go..Bantu ibuk nyuci ya"ujar atikah dari ambang pintu.Dirgo menoleh dan "plass.." jantung dirgo seakan berhenti berdetak,ibunya telah berganti baju dan kini hanya mengenakan daster dengan potongan leher rendah,nampak sedikit belahan dadanya yang sesak berhimpitan ditampung oleh beha yang talinya terlihat berwarna hitam.Daster itu juga terlihat begitu pendek hanya mencapai setengah paha,hingga paha kuning langsat dengan bulu bulu halus itu terlihat begitu menggoda.

"kok malah bengong,ayo bantuin ambil air"ujar atikah lagi,terselip rasa bangga dalam hati atikah melihat betapa anaknya yang muda dan ganteng tampak begitu terpesona melihat tubuhnya. "i..Iya bu,duluan deh tak habiskan kopi dulu"jawab dirgo beralasan.Dia hanya tidak ingin ibunya melihat tenda besar di celana kolornya.Dirgo menunggu sebentar ibunya menghilang di pintu dapur kemudian ngibrit ke arah kamarnya,mencari celana dalam dan memakainya.
"aman deh,kalo gini kan ngaceng gak begitu kliatan"pikir dirgo sambil tersenyum mesum.Bergegas dirgo ke belakang,nampak ibunya sedang merendam baju baju kotor ke dalam sebuah ember plastik besar.Halaman belakang rumah dirgo sudah dipagar tembok setinggi 2 meter,dan sebuah sumur dengan kerekan ada di sudut kanan dimana atikah ibunya sedang mencuci baju disitu,rimbunan pohon mangga membuat tempat itu selalu sejuk walaupun matahari mulai bersinar terik.

"ini diisi penuh go"kata ibunya sambil mengangsurkan 2ember plastik besar ke arah dirgo yang sudah memegang tali kerekan sumur.Dirgo mulai menimba air,ibunya tepat disampingnya hanya terhalang 2 ember plastik,atikah sendiri duduk diatas dingklik(bangku kecil dari kayu )dasternya yang rendah tentu saja tidak dapat menutupi paha mulusnya,kuning langsat dengan bulu bulu halus,bahkan beberapa kali dirgo dapat melihat kearah celana dalam yang sedang dipakai ibunya.

"sudah go,jangan terlalu penuh,bantu ibuk ngucek ya"kata atikah.
"ya buk"jawab dirgo singkat sambil menyeret dingklik dan duduk di depan ibunya,ia lalu mengambil kaos kotor di rendaman,dan mulai menguceknya dengan sabun,mereka duduk berhadapan,atikah duduk didepan anaknya dengan kaki terbuka lebar,paha mulusnya tampak berkilau karena beberapa kali terpercik air sabun.

"ini gila."bisik suara hati atikah,ia tahu anaknya bahkan bisa melihat rimbunan rambut dimemeknya karena memang celana dalam yg dipakainya juga tipis,ini tabu dan memalukan..tapi ada perasaan aneh membuainya dalam birahi yang memabukkan.
"sekolahmu kapan masuk go"tanya atikah sambil menunduk mengucek gamis yang kemarin dipakainya buat arisan PKK.

"masih seminggu lagi buk"jawab dirgo,sekolah memang sedang libur panjang kenaikan kelas.Dirgo begitu terpukau dengan paha paha mulus di depanya,begitu halus,begitu mulus,begitu dekat hanya sejangkauan tangan dan hebohnya atikah ibunya tak berusaha menutupi auratnya yang terbuka.Burung joko menggeliat geli dan perlahan mengeras kokoh.Walaupun sudah tertutup cd tetap saja bayangan kontol besarnya tetap tercetak di celana kolornya.Dirgo membuka kakinya,"ibu saja gak malu,kenapa aku harus malu"pikirnya.
Atikah melirik sepintas ke selangkangan dirgo,tampak senyum kecil disudut bibirnya,"anakku masih bisa ngaceng,tapi apa iya sebesar itu"pikir atikah karena melihat bayangan mentimun besar di selangkangan anaknya.

"kamu pacaran sama dini ya"tanya atikah sambil meneruskan ucekan yang tinggal 2 buah sarung milik suaminya.
"gak buk,memang ibuk dengar dari siapa?"jawab dirgo balik bertanya,mata ibunya yang selalu tertunduk pada cucian,membuat mata dirgo berpesta pora menikmati mulusnya bagian bawah tubuh ibunya.
"dari ibu ibu pas belanja di depan"jelas ibunya,depan rumah dirgo tiap jam 5pagi memang ada penjual sayur keliling yang selalu ramai dengan ibu ibu.Dini sendiri adalah adik kelas dirgo dan juga tetangga berselang 5 rumah.

"halah cm isu buk,eh sarungnya biar dirgo ucek,ibuk yang bilas."
atikah menyerahkan sarung yang baru mau diuceknya,berdiri dan mulai membilas pakaian yang telah diucek dengan sabun,ember yang rendah membuatnya harus membilas dengan posisi menunduk rendah,dirgo terkesiap potongan daster yang rendah itu membuat buah dada ibunya seakan mau loncat keluar,kutang hitam itu seakan tak cukup muat untuk menampung buah dada atikah yang menggelembung indah,dirgo mengernyit,ada sedikit nyeri di bekas luka karena kontolnya sudah tegang setegang tegangnya.Ingin rasanya dia menjangkau dan meremas remas daging menggiurkan itu.

"hadeuh gila bener mulus dan guede susumu buk.."bisik dirgo dalam hati.
"buk dasternya baru ya?"celetuk joko tiba tiba.Atikah terkejut dan sekejap merah mukanya karena malu.
"gak nak,daster jelek gini,bapakmu yang gak suka kalau ibuk pakai siang hari.."jawabnya.
"bapak katrok sih,ibu pantes dan cantik kalo pake baju ini"jawab dirgo sebenarnya dia ingin bilang sexy tapi takut nanti ibunya tersinggung.
"sebenarnya ibuk juga suka daster ini,gak ribet juga isis adem,malah ibuk punya 2,yang ijo ini sama merah di lemari,kainnya juga halus.. "jelas atikah
"masa sih.."ucap dirgo setengah tak percaya,ia mengelap tanganya yang berlumur sabun dengan bagian belakang celana kolornya.Kemudian dengan berani menjangkau sisi samping buah dada ibunya dengan pura pura merasakan kehalusan bahan kain daster itu.

Atikah terkesiap,darahnya berdesir,anak kandungnya berani dan dengan sengaja menjamah susunya,meski hanya bagian samping luar tapi tetap sensasi itu terbawa ke memeknya yang mendadak geli dan mengeluarkan cairan kental hangat,atikah tahu celana dalamnya telah basah dibagian depan.
Dirgo sendiri sudah tak kuat lagi,selesai ucekan terakhir sarung bapaknya dirgo langsung mengakhiri acara mencuci penuh nafsu itu,pergi ke kamar dan mengocok burungnya sambil menghayal ngentot dengan ibunya.

"dirgo gimana buk?"tanya darsono pada istrinya,malam telah larut diluar hanya terdengar suara jangkrik dan belalang,darsono sendiri telah berada di atas dipan memeluk tubuh montok istrinya.
"aku mesti gimana pak..Aku bantu merawat lukanya,dia gak mau" jawab atikah lirih,entah kenapa dia berbohong,padahal ia yakin betul bahwa kontol anaknya normal bahkan lebih dari normal untuk ukuranya.
"ya bu'e usaha gimana gitu,biar hatiku tenang kalau tahu anak kita masih normal itunya" jawab darsono sambil meremas remas lembut susu istrinya.
"usaha gimana pak caranya?" tanya atikah pura pura bodoh,sambil menikmati tangan kasar suaminya yang menjamah susunya.
"mosok kalau dirgo bu'e pameri susumu gimana?Kalo gak ngaceng berarti anak kita impoten"
atikah sejenak kaget dengan ucapan suaminya,
"pak'e ini ngawur saja,aku ini ibunya,wes gak mau aku"jawab atikah beralasan.
"lha gimana lagi buk"darsono menggumam lirih,atikah terdiam ia membuka kakinya ketika darsono menarik ujung bawah dasternya,suaminya menindih dapat dirasakanya ujung kontol darsono mencari jalan kepintu lembab memeknya dan "sleeb" rasa nikmat menjalar dari selangkanganya ketika suaminya mulai mengayuh perahu cinta mereka,namun tak lama semua berakhir dengan guyuran kental hangat di lobang peranakanya.Darsono terguling ke samping,atikah sendiri segera bangkit dan membersihkan dirinya di kamar mandi ketika balik ke kamar suaminya sudah pulas.Dengan sedikit jengkel diapun ikut merebahkan diri di sampingnya.

"gak gerah buk,pke baju kaya gitu?"tanya dirgo pada ibunya yang berdiri di ambang pintu,bayangan bapaknya yang pergi ke sawah baru saja menghilang di telan rimbun pohon pohon di pematang sawah.
"gerah juga,bapakmu sukanya gini kok"jawab ibunya sambil memandang daster panjangnya yang menutupi mata kaki."kamu dah sarapan go?" tanya ibunya.
"belum buk,ibuk sudah?"
"belum juga,yuk sarapan bareng."jawab atikah sambil menggamit tangan anaknya agar berdiri,sekilas dilihatnya guncangan benda besar di kolor anaknya ketika bangkit berdiri.

"sambelnya ambil dulu di dapur,ibuk tak ganti baju yang enak"ujar atikah,dirgo sendiri kemudian melangkah ke dapur,mengambil sambil dan duduk menunggu ibunya di ruang makan.Dia sampe terbelalak ketika ibunya muncul di ruangan itu,dengan daster mini seperti kemaren,hanya sekarang warna merah,rambutnya hitam, panjang yang tadi diikat ala kadarnya kini terurai,rambut atikah lurus alami,joko baru menyadari betapa indah rambut ibunya,biarpun tak pernah kesalon untuk rebonding tapi rambut ibunya begitu lurus indah alami.Dan yang lebih mendebarkan lagi tak ada tali kutang di pundak ibunya,ya benar ibunya tak pake kutang,putingnya nampak membayang di balik kain bajunya.Dirgo melongo. 

"kamu kenapa nak?"tanya atikah yang melihat anaknya ternganga.Sengaja ia tadi melepas kutang karena ingat saran suaminya semalam.

"ibuk cantik banget"jawab dirgo spontan.Atikah merasa melambung bangga,ia tahu anaknya memperhatikan susunya yang tak berkutang,tatapan dirgo seakan menyusuri setiap inchi demi inchi tubuhnya,atikah tahu,putingnya mengeras,dan sekarang tonjolan puting itu begitu kentara membayang dibalik kain dasternya.Atikah berlama lama berdiri dengan alasan membuka tutup nasi dan sayur,ia merasa hangat dengan tatapan buas anaknya di sekujur tubuhnya.

"biar dirgo yang ambilin buk"tawar dirgo ketika melihat ibunya akan mengambil nasi.Dirgo bangkit sontak kontolnya yang ngaceng tegak berdiri membuat tonjolan tenda besar di kolornya yang tipis.Atikah terbeliak kaget,dan dengan mulut menganga matanya memandang lekat tenda besar di kolor anaknya,atikah yakin kontol anaknya ini 3x lebih besar dari milik suaminya.

"ada apa buk?"tanya dirgo ada perasaan bangga memamerkan kontol 17cm miliknya,meski masih di balik kolor.
"gak da pa pa."jawab atikah singkat,mukanya merah karena malu.
Mereka berdua sarapan dengan diam karena larut dengan pikiranya masing2.Dirgo masih takjub dengan penampilan ibunya pagi ini,ia seperti melihat gadis umur 20tahun dan bukan ibunya yang sudah 35 tahun.
Selesai sarapan atikah memulai aktifitasnya di dapur untuk memasak buat makan siang,dirgo yang sudah ngaceng berat melihat penampilan ibunya mengekor dari belakang.
"kamu kok ikutin ibuk terus,gak maen sama sobatmu joko itu?"tanya ibunya,joko adalah teman sekelas dirgo dan juga tetangga mereka.(baca:ibu pura pura diam the series)
"joko juga jarang kluar buk,kalo tak ajak kluar,mals katanya"
"ya maen sama dini pacarmu itu"
"mals,enakan di rumah sama ibuk"
"kok bisa?"tanxa atikah,sambil mencuci beras.
"abis sekarang ibu cantik dan sexy" jawab dirgo sambil tersenyum mesum.
"berarti dulu gak cantik donk"jawab ibunya cepat.
"ya gak juga,dulu juga cantik tapi kan ibuk dulu tertutup terus pakaianya."
"kamu suka ya ibuk pake begini?"
"suka banget buk,dirgo janji kalau ibuk pake sexy,dirgo gak akan keluyuran lagi"janji dirgo karena ingat ibunya selalu marah jika ia kluyuran gak jelas.

"tapi kalau bapakmu tau ya pasti marah go"ucap ibunya sambil menyalakan kompor,dirgo dengan cepat mengambil panci yang sudah berisi air,posisi mereka yang berdempetan dan kompor yang agak tinggi membuat sikut joko menempel di susu ibunya,dan ia berlama lama memegang panci itu.

"kamu ngapain nyikut nyikut susu ibu"tanya atikah tapi juga tidak berusaha menghindarkan susunya dari sikut anaknya.
"habis susu ibuk gede banget"jawab dirgo polos.Kontolnya sudah tegak tegang dan mencucuk cucuk pantat ibunya.Dirgo sudah tidak tahan lagi tanganya lalu meraih susu besar ibunya dan meremas remas lembut.Atikah kaget dengan keberanian anaknya tapi ia berusaha berlaku sewajar mungkin tanpa menepis tangan dirgo,ataupun menghindar dari mentimun besar yang menempel di pantatnya.
"sudah ah,ibuk repot,kamu ini pegang pegang ibuk,sedang kontolmu sakit ibuk gak boleh liat "ujar atikah
"owh itu,habis dirgo malu buk,tapi sekarang sudah gak buk,kan ibuk juga boleh susunya dirgo pegang"
"aku kan ibukmu go,masa sama ibuk sendiri malu,ibuk kan jadi sedih"
"iya maaf buk.."jawab dirgo sambil memeluk ibunya dari belakang,hidungnya dibenamkan di leher ibunya yang sedikit berkeringat,sementara kedua tanganya menangkut gundukan lembut nan kenyal di dada ibunya.
"sudah go,sibuk ini"ucap ibunya pelan sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan anak kandungnya.
"sekarang sudah gak malu lagi buk"kata dirgo sambil melepas celana kolornya.

"astaga" pekik atikah spontan,kontol dirgo kini terbuka dengan gagahnya,coklat tua panjang 18cm dengan diameter hampir 4cm..Sehingga kontol itu terlihat panjang sekali.Atikah melongo teringat kontol suaminya yang kcil mungil.

"sebenarnya sudah gak sakit,tapi gatal sekali buk bekas jahitanya."dirgo kemudian duduk di meja dapur,atikah blank..Dia hanya diam terlongong,di depanya kini tegak menjulang kontol muda yang kokoh dan menggiurkan. "pegang donk buk.." perintah dirgo dan membawa tangan ibunya ke arah kontolnya.Atikah masih terkesima kontol itu kini dalam genggamanya,terasa hangat dan berkedut,bekas jahitan itu terasa sedikit kasar,dan reflek jari jari atikah mengocok kontol anaknya.
"enak buk..Terus"lenguh dirgo yang merasa nikmat,atikah seakan sadar dan melepas genggamanya tapi dirgo dengan sigap menggenggam tangan ibunya agar tetap melingkari kontolnya.
"kalo sudah sembuh ya sudah nak,mau apa lagi" ucap atikah sambil mengocok pelan pelan kontol anaknya,dadanya bergemuruh oleh nafsu.

"buk dirgo boleh liat susu ibuk" pinta dirgo,tapi tanganya sudah meremas remas lembut susu ibunya.Atikah diam tapi tangan kirinya bergerak menjangkau leher bajunya yang rendah dan ternyata molor,menariknya ke bawah dan meloncat dua gunung lunak nan empuk ,padat dan halus,putingnya tegak dan sedikit panjang.

"susumu gede dan montok buk"puji dirgo sambil mengusapi dada ibunya,atikah menggelinjang tangan itu begitu halus beda sekali dengan tangan darsono suaminya yang kasar karena tiap hari bergelut dengan cangkul.

"buk dirgo boleh pegang memek ibuk" pinta dirgo polos seakan tanpa dosa.
"jangan nak,aku ini ibumu,sebenarnya ini sudah terlalu jauh" tolak atikah tapi tetap membiarkan tangan anaknya yang terus meremas dan mengusapi susunya.

"sudah ya nak,nasinya mau tumpah tu "kata atikah sambil melepaskan genggaman di kontol anaknya karena melihat beras yang direbusnya sudah mendidih dan sebagian tumpah membasahi kompornya.Dirgo terlihat sedikit kecewa,dia turun dari meja dapur dan keluar dari dapur,masih dengan tanpa celana ia menuju ruang tamu dan mengunci pintu depan trus kembali lagi ke dapur,dilihatnya ibunya masih sibuk menanak nasi.Dirgo mendekat dan mengusap usap pantat ibunya dari belakang.

"ibuk masih sibuk nak"keluh atikah tapi juga membiarkan tangan anaknya bermain di bokongnya.Dirgo tersenyum ketika tanganya menyelinap masuk di daster ibunya dan merabai pantat bulat itu,ibunya tak pakai celana dalam.

Atikah menggelinjang jari jari anaknya kini hinggap dipermukaan vaginanya dan merabai jembutnya yang rimbun dan lembab.

"dirgo sudah dong,ini ibu nak"pinta atikah tapi juga tak ada gerakan yang menolak perlakuan anaknya yang menjamahi aurat paling terlarangnya.

"gak adil buk,ibuk kan sudah pegang pegang kontol dirgo"jawab dirgo bergetar suaranya oleh nafsu,dengan lembut dia menarik pantat ibunya kebelakang dan mendorong pelan punggung ibunya agar menunduk,kini atikah sudah berdiri dengan posisi nungging dan tangan berpegangan pada meja dapur,
"jangan nak..Aku ini ibumu "ucap atikah lemah ketika kaki dirgo menggeser kaki kananya agar mengangkang lebih lebar,nanar dirgo memandang vagina itu,jembut ibunya begitu lebat hingga menutupi pintu nikmat itu,dirgo menyibakkan jembut dan membuka vagina ibunya,merah dan basah itilnya tegak runcing dan kaku seakan menanti sentuhan jari jari dirgo,lembut ia mengusap itil itu,atikah menggeliat lututnya seakan lumpuh oleh sentuhan itu tubuhnya melorot jatuh dan kini ia telungkup bertumpu lutut yang terpentang lebar,mengekspose vagina dengan vulgar di depan wajah anak kandungnya.Seumur hidup dirgo baru kali ini melihat dan memegang vagina..Jari jarinya gemetar ketika perlahan jarinya menyusup ke dalam panas lobang vagina itu, dirgo takjub dari lobang ini ia lahir ke dunia,tapi kenapa begitu kecil dan sempit.Vagina itu juga sangat basah,dirgo perlahan mendorong jarinya keluar masuk.

"owwh enaknya.."lenguh atikah parau,sensasi bahwa yang mengerjai vaginanya adalah anak kandungnya membawa atikah ke gairah tertinggi yang pernah dirasakan olehnya.Sampai sebuah sensasi aneh membawa gelombang nikmat yang belum pernah dirasakan oleh atikah.

"aarggh..Enaknya tempekku"atikah terhentak hentak oleh gelombang nikmat itu,sesuatu yang hangat,basah,kasar tapi lembut dan hembusan udara panas terasa membuai selangkanganya bahkan terasa juga menggelitik lubang anusnya..Atikah mengernyit nikmat dan penasaran dengan sensasi yang baru dirasakanya seumur hidup,ia mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang telah dilakukan anaknya..
"astaga ..Dirgo jangan nak tempek ibu kan kotor.. "ceracau atikah berusaha menghindari mulut anaknya yang memporak porandakan vaginanya.Tapi dirgo sudah siap dengan menahan punggung ibunya agar tetap pada posisi itu..Atikah mengerang panjang itilnya terasa pecah oleh nikmat ketika dirgo menghisapnya..Sumsum di tulang tulangnya seakan berkumpul menumpuk mencari jalan keluar dan dengan dahsyat menyembur keluar menjadi orgasme yang maha dahsyat

"aaarggh..Ibuk ke..luarrr..Uuughh"atikah menggapai berusaha mencari pegangan..Aliran air maninya seperti bendungan yang tiba tiba ambrol,dan dirgo terus menghajarnya dengan sedotan kuat di itil ibunya..Atikah merasa ada angin dingin yang ikut tersedot dari ubun ubunnya mengalir lembut dan nikmat sampai ke vaginanya yang terus menyemprotkan cairan nikmat..Atikah lumpuh,tubuhnya,menggelosoh telungkup dan terhentak hentak kecil sisa sisa orgasmenya.

Dirgo memandang takjub pada tubuh ibunya yang telungkup di lantai dapur,suara desis air mendidih menyadarkanya,segera dimatikanya kompor,ibunya sudah berbalik terlentang,matanya sayu dengan tatap mata seribu arti,dirgo menunduk dan melumat bibir ibunya yang disambut dengan lumatan lemah bibir kenyal itu.Dirgo membopong tubuh ibunya ke kamar dan membaringkanya di ranjang,lemah dan pasrah,bajunya awut awutan,kakinya terbuka lebar,dirgo bergerak menindih ibunya.
"ibuk masih ngilu nak"ucap atikah parau.

"kontolku gatel buk..Pingin ngrasain tempekmu"bisik dirgo di telinga ibunya.Kontolnya diarahkan ke vagina ibunya,dirgo yang memang belum pernah bersanggama nampak kesulitan mencari jalan nikmat di vagina ibunya.Atikah lalu membantu mengarahkan kepala gundul itu ke lobang peranakanya."sleep.." kepala gundul itu telah masuk ke lobang nikmat atikah,mata membeliak,vaginanya seakan mau robek,kontol itu terlalu besar baginya karena memang kontol yang biasa menyusuri lorong vaginanya cuma milik darsono yang sangat kecil.
"pelan pelan nak..Kontolmu gede banget"bisik atikah sambil menahan ngilu di vaginanya.Dirgo merasakan betapa jepitan kuat,tapi lembut dan hangat terasa di kepala kontolnya,perlahan dia mendorong kontol panjangnya di peranakan ibunya.Atikah merintih lirih vaginanya terasa penuh sesak sensasinya sungguh memabukkan jarinya mencengkram erat sprei kasur itu dan serr..Serr..Gelombang orgasme kedua melandanya dengan cepat..Tubuhnya berkelojotan dan terhentak hentak,dirgo merasakan betapa jepitan itu semakin kuat tapi juga lobang itu semakin licin,dengan sekali hentakan ia mendorong masuk sampai semua terbenam di vagina ibunya.Atikah merintih pelan,matanya terbeliak hingga hanya terlihat putihnya saja,perutnya terasa sedikit mulas karena kontol itu terlalu jauh masuk di rahimnya..Atikah lemas,rasa nikmat memabukkanya,Pasrah.

"tempekmu uewnake buk"bisik dirgo di telinga ibunya,perlahan ia mencabut kontol di benaman vagina ibunya yang kuat menjepit,mendorongnya lagi,sekali,dua kali,tiga kal,berkali kali sampai dirgo merasa lancar dan semakin licin,dirgo terus menggenjot dengan kecepatan tinggi,cepat dan kasar tanpa jeda..Ia seperti gila dengan lobang vagina yang begitu nikmat.Atikah sendiri sudah tak berdaya..Bombardir kontol di vaginanya membawa atikah ke alam nikmat yang tak pernah dirasakanya selama ia berumah tangga,tubuhnya lemas dengan hentakan hentakan kecil orgasme panjangnya.Sampai akhirnya tangan anaknya erat mencengkram pantatnya dan menghunjamkan kontol itu sedalam dalamnya..Atikah menjerit,dirgo menggeram gumpalan lengket dan panas meluncur menerpa dinding dinding rahim ibunya..Bertubi tubi cairan itu membombardir rahim atikah..Atikah menggigit pundak anaknya,memeluknya erat.Orgasme yang panjang benar benar melumpuhkanya tubuhnya lemas.Dirgo mencabut kontolnya yang terasa ngilu di jepitan vagina ibunya.Keduanya terdiam meresapi sisa sisa nikmat.Lelah.Lelap.

Saturday, 22 October 2016

Kenapa Pilih Produk Apple



Hiiii guys..

Balik lagi ni mike kasih artikel,,, biasanya she info2 menarik sekitaran apple produk.

Judul yg mike angkat adalah 

WHY PILIH APPLE?????

Nah, tanya lagi kenapa kamu pilih Apple?

Baik untuk para penguna dan pemakain produk apple, hal ini tanpaknya harus di lihat dari sisi negatif atau postif temannnn,,,,,

Sekedar kasih kata2 terbaik :

Pertama : terkadang orang pilih apple karena gengsi atau sekedar mau sombong. Bahkan biar di kata orang mampu atau punya duit lebih

Kedua : karena teman pake iphone, ikut ikutan pake iphone.

Ketiga : ga mau di kata hp murahan atau hp sejuta umat, yg tiap satu merk hp. Bisa ribuan bahkan ratusan type dari 1 merk. Kalau iphone ya bisa di itung jari.

Keempat : ga mau di kata orang, ketinggalan jaman atau orang yg cuma bisa beli hp2 sejuta umat. Atau mungkin faktor ortu yg tajir, suruh beli apple aja!!!! Dll....

Kelima : menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Hehehehehehe rukun islam ke lima ini mah. Kiding ah.



DARI POINT2 di atas mana yg ada dalam diri kamu, yg sedang menggunakan apple produk atau punya perangkat iphone...???

GUYS,,,,,, Pemuda Apple sejati,,,, ga ada point di atas semua guys,,,,,,,,!!!!

Mereka beli apple produk karena.

1. Perangkat ini menjual dan memperkenalkan produk terbaik di atas yg terbaik : sperti system keamanan baik data maupun keamanan dari virus. Pernah dengar ga guys???? Iphone mati gara2 virus atau iphone harus pake aplikasi anti virus kaya OS pesaingnya??? Ga kan!!!

2. Beli apple karena model dan fiturnya gampang dan mudah di gunakan, dari anak muda sampai lanjut usia, apple gampang di terima. Karena model antara muka sma2 aja.

3. Mungkin dari sisi ke awetan, produk apple boleh di acungin jempol.

4. Produk apple selalu ada suport seperi update'tan os. Kalau android mana ada?? Kadang mau upgrade haru seri2 tertentu seperti seri nexus. Atau mau upgrade harus ke konter.

5. Mungkin barang ini kelihatan simple tapi mewah.

6. Harga dan barang sesuai!!!!!


Nahhhhhh gmna menurut kalian sooobbbb????? Udh ada pencerahan donk. Jadi ga sekedar sombong atau gw banyak duot atau lo ga punya duit. Ya kalau kalian banyak duit dan bisa beli Iphone 6,,,, gmna kalau gw kasih masukan,,,,, bersyukur dan jangan lupa ingat sesama yang susah, merka di jalanan jgnankan beli iphone 3 atau 4. Beli hp aja terkadang harus tunggu pemberian dari orang. Beli makan aja, terkadang tar sok. Bahkan puasa!!!!

Jadi kalau qta mampu beli produk apple. Qta sebagai komunitas apple sejati, harus siap sisikan sebagian rezeki qta untuk sesama.

Tambahan ni guys :

Ada yg bilng, nagapaiin beli iphone mahal2,,,, ram iphone 6 1gb dan hardware ga sesuai ma harga.


Jawabnya untuk orang seperti itu adalah: qta penguna apple sejati, bukan beli hardware dgn spek tinggi. Tapi beli system yang sangat2 baik dari os lain, da. Beli hardware terbaik dan awetttt!!! Iphone ga perlu ram atau spek gahar. Karena os apple itu ga berat, dan ga banyak cela bug atau virus yg mudah masuk.

Scandal Annisa (Hijab Story)

Namaku Annisa dan biasa dipanggil nisa. Dalam keseharian-ku, aku mengenakan hijab. Aku sudah menikah dan dikaruniai dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Aku sangat menyayangi mereka dan suamiku.
Naluri wanita memang tidak bisa dipungkiri, meskipun aku berhijab tetapi rasa ingin mendapatkan perhatian dari orang-orang disekitarku cukup besar. Aku merasa senang apabila penampilanku mendapatkan perhatian orang lain, termasuk lawan jenis. Itu menjadi kepuasan tersendiri bagiku.
Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta di Kota Pempek dengan jabatan Asistan Manajer Bagian Operasional. Baru satu setengah tahun aku menduduki jabatan tersebut atas rekomendasi atasanku, Pak Bram. Aku sangat berterima kasih dan menghormati beliau.
Pak Bram ini bisa dibilang orang yang cukup sukses, karena di usia kepala 3 beliau sudah menjadi Manajer perusahaan. Pak Bram orangnya tegas, namun tetap mengayomi bawahannya. Kami sering bercanda dengan beliau, namun tanpa mengurangi rasa hormat kami padanya.
Hari itu, aku dipanggil ke ruangan Pak Bram. Beliau mengatakan kepada ku bahwa akan ada pertemuan dengan klien perusahaan di Bengkulu selama 1 minggu, dan aku harus ikut karena menyangkut permasalahan operasional perusahaan kami.
Sepulang dari kantor aku langsung berdiskusi dengan suami ku dan meminta pendapatnya. Suami ku merasa keberatan kalau selama itu, tapi setelah ku jelaskan panjang lebar barulah dia mengerti dan mengizinkan ku untuk berangkat.
Minggu pagi, aku bersiap-siap akan berangkat. Segala sesuatunya sudah ku persiapkan sebelumnya, jadi tinggal berangkat saja. Pesawat ke Bengkulu berangkat pukul 6 pagi, jadi ba’da subuh aku pun diantar suamiku ke bandara.
Diperjalanan ke bandara, suamiku bertanya padaku.
“My, jadi berangkat ke Bengkulu?” Tanya suamiku.
“ya jadi donk By…” jawabku
“yakin gak mau dibatalin My?” Tanya suamiku lagi.
“Gimana By, soalnya kerjaan kantor dan Umy gak bisa nolak” jawabku lagi
“ya udah, tapi jangan diporsir ya My kerja nya.” Ujar suamiku sambil mengecup keningku.
Haduh, berat rasanya meninggalkan suami dan anak-anak. Tapi mau bagaimana lagi, tuntutan kerja.
Sampai di Bandara, aku pun masuk dan menemui Pak Bram yang ternyata sudah lama menunggu. Kamipun terbang ke Bengkulu.
Sampai di Bengkulu pukul 7 pagi, kami langsung cari hotel dan check in. Pak Bram memilih hotel Horizon karena pemandangannya yang cukup bagus, dekat dengan pantai.
Setelah check in, kami langsung meluncur ketempat meeting. Acaranya lama, sampai sore karena banyak sekali dokumen-dokumen yang mesti diperiksa dan dibahas bersama. Akhirnya kami kembali ke hotel pukul 7 malam.
Aku pun langsung membersihkan diri dan mengganti pakaian dengan pakaian yang santai, baju tidur. Tak berapa lama, hp ku berdering dan ku lihat itu panggilan dari Pak Bram.
“Halo, Assalamu’alaikum… ada apa pak?” tanyaku
“Wa’alaikumsalam, gak papa nisa. Kamu gak lapar ya?” Tanya pak Bram.
“Oh iya pak, lupa kalo belum makan malam” jawabku lagi
“ya udah, ayo ikut Bapak cari makanan” kata pak Bram lagi
“Bentar pak, nisa ganti baju dulu ya”.
“Udah santai aja nisa, gak usah pake ganti baju segala, keburu malam nanti” kata pak Bram lagi
Akhirnya akupun keluar dengan piyama dan hijab saja. Pak bram pun sama, beliau mengenakan kaos dan celana pendek saja. Aku sempat kagum sama beliau, karena tubuh atletis nya terlihat jelas di balik kaos yang beliau kenakan.
Selesai makan, kami pun kembali ke hotel dan duduk-duduk sambil memandangi pantai panjang. Disini kami banyak cerita-cerita tentang kehidupan kami, dari masa-masa SMA sampai ke masalah keluarga. Kami pun tanpa sadar membicarakan masalah yang bersifat sensitive, hal-hal yang tabu untuk di bicarakan dengan orang lain selain suami. Tapi, aku merasa enjoy cerita dengan Pak bram dan beliaupun berbagi kisahnya tanpa ada yang disembunyikan dariku.
Jam pun menunjukkan pukul 10 malam. Akhirnya kamipun kembali ke kamar masing-masing. Sebelum aku menutup pintu kamar, aku melihat Pak Bram memandangi tubuhku begitu tajam. Setelah ku tutup pintu kamar, ada perasaan bangga, senang dan cemas bercampur jadi satu.
Setelah mencuci muka dan sikat gigi, aku pun merebahkan tubuhku. Baru beberapa menit tiduran, tiba-tiba lampu padam. Aku gelabakan mencari hp ku karena aku takut gelap. Lama lampu padam, akhirnya aq memutuskan untuk keluar kamar. Diluarpun gelap, dan ternyata pak Bram pun sudah ada diluar.
“Kamu keluar juga nisa?” Tanya pak Bram.
“Iya pak, nisa takut gelap” jawabku
Setelah setengah jam berlalu, akhirnya lampu pun hidup kembali. Tapi, lampu kamarku tidak hidup. Kutanyakan pada pegawai hotel, katanya ada korsleting listrik dikamarku jadi untuk dikamarku saja yang tidak bisa digunakan listriknya.
Akupun minta pindah dikamar lain, tapi semua kamar sudah penuh. Aku bingung mesti ngapain. Tiba-tiba pak Bram sudah ada disampingku.
“Ada apa nis?” Tanya pak Bram
“Ini pak, ada korsleting listrik di kamar nisa, jadi listrik dikamar padam dan kamar-kamar lain sudah penuh pak” jawabku
“Oh ya udah, tidur di kamar Bapak aja nis” kata pak Bram lagi
“mmm boleh pak?” tanyaku
“ya boleh aja nisa, masak gak boleh” jawab pak Bram lagi.
Akhirnya aku pun memindahkan barang-barangku ke kamar pak Bram. Pak Bram mempersilahkan aku tidur di ranjang.
“Nisa, kamu tidur aja di ranjang, nanti biar Bapak tidur di sofa” kata pak Bram.
“gak pp pak, biar nisa tidur di sofa saja. Gak enak sama bapak” jawabku
“bapak yang gak enak, masak cewek cantik disuruh tidur di sofa” kata pak Bram lagi yang membuat jantungku berdegup. Pak Bram bilang aku cantik.
Aku pun tidur diranjang dan pak Bram tidur di sofa. Karena pak Bram bukan muhrim, maka akupun tidur masih mengenakan hijab. Lama ku pejamkan mata tetapi tidak bisa tidur. Mungkin aku merasa risih karena ada pria lain selain suamiku berada satu kamar denganku.
“Nis, kok belum tidur?” suara pak Bram mengagetkanku.
“umm belum bisa pak” jawabku.
Ku dengar suara langkah kaki mendekatiku. Jantungku berdebar. Dan tak lama kemudian, pak Bram duduk di pinggir ranjang, aku pun pura-pura memejamkan mata. Pernyataan yang tidak ku duga keluar dari mulut pak Bram.
“Nis, bapak senang kamu tidur disini” kata pak bram
“Maksud bapak apa?” tanyaku
“Nis, bapak mau jujur sama nisa. Bapak senang melihat nisa dikantor, kerja nisa dan apa-apa yang sudah nisa berikan buat perusahaan kita”
Akupun terdiam.
“kamu cantik nisa, dan bapak senang bisa bekerja sama dengan nisa selama ini”
“semakin lama kenal denganmu, bapak mulai jatuh hati padamu nisa”
Aku sangat kaget mendengar pengakuan pak Bram. Pak bram yang selama ini ku kagumi, yang selama ini selalu bersikap wibawa, menyatakan perasaannya padaku. Memang aku kagum padanya, tetapi hanya sebatas kagum saja, tidak lebih. Aku mencintai suamiku lebih dari apapun. Aku bingung harus berkata apa.
“Pak, mungkin bapak hanya sebatas mengagumiku saja pak tidak lebih” kataku
“Dan kita juga sama tahu pak kalau bapak sudah berkeluarga, nisa pun demikian” kataku lagi
“Iya nisa, awalnya bapak berfikir demikian. Tapi setelah sekian lama bekerja sama denganmu, rasa ini muncul dengan sendirinya.”
“Maafkan bapak Nisa” lanjut pak Bram.
“Bapak tidak perlu minta maaf pak, nisa yang harusnya minta maaf karena tidak bisa membalas kebaikan bapak selama ini”
“Tapi kalau boleh, bapak ingin meminta satuhal dari nisa” kata pak Bram dengan suara berat.
“Apa itu pak?” jawabku.
“Boleh bapak pegang tangan nisa?” dengan hati-hati pak bram menyampaikan maksudnya.
Aku terkejut. Selama ini belum ada laki-laki lain yang menyentuhku selain suamiku. Aku bingung, disisi lain pak bram sudah sangat baik sekali padaku dan disisi lain aku teringat akan nasehat suamiku untuk selalu menjaga diri. Setelah sekian lama pikiran ini berkecamuk, tanpa sadar aku pun memberikan tanganku kepada pak Bram. Pak bram tersenyum. Akupun memejamkan mataku.
Dipegangnya tanganku oleh pak Bram dan dielus-elusnya sampai bulu kudukku merinding.
“Halus sekali tanganmu nisa”
Aku tidak menjawab. Aku masih memejamkan mata dan tanpa sadar air mata memenuhi sudut mataku.
“Kenapa kamu menangis nisa?” Tanya pak Bram sembari mengusap air mataku.
“gak pp pak.” Jawabku
Lama pak Bram mengusap tanganku, kemudian sebuah kecupan mendarat dipunggung tanganku. Reflek akupun menarik tanganku. Pak bram terkejut.
“Maafkan bapak Nisa.” Kata pak Bram
“Bapak tidak salah, maafkan nisa pak.” Kataku
Kuberikan lagi tanganku pada pak Bram. Lama beliau mengelus tanganku, perasaanku mulai tidak keruan. Aku merasakan rangsangan yang hebat. Kurasakan bagian bawahku basah.
“Nis, boleh bapak belai rambutmu?” Tanya pak bram lagi
Aku hanya terdiam. Sejurus kemudian tangan pak bram sudah menyingkap hijab yang ku kenakan. Baru kali ini ada pria lain yang menyentuh dan melihat rambutku. Aku merasa telah menghianati suamiku. Air mataku semakin deras.
Kemudian aku merasakan sebuah sentuhan pada payudaraku. Tangan pak bram sudah menggenggam payudaraku dari luar bajuku. Tubuhku lemas, aku tidak berdaya oleh rangsangan yang diberikan pak Bram. Melihatku tak bereaksi, pak Bram mulai meremas-remas payudaraku. Sungguh nikmat kurasakan. Akupun melenguh kecil. Kemudian pak bram mencium bibirku, akupun membalas kecupannya. Lama kami berciuman, saling bertukar lendir.
Pak bram pun mulai berani dengan mengangkat baju piyama yang ku kenakan. Aku pun menahan tangannya.
“Pak, sudah cukup.” Kataku.
Pak Bram menghentikan kegiatannya.
“maafkan bapak ya nis,”
Aku hanya menganggukan kepala.
“ya udah, kita tidur. Besok masih ada pekerjaan yang menunggu kita.” Kata pak Bram lagi.
Beliau turun dari ranjang dan akan pindah ke sofa.
“bapak mau kemana?” kataku
“tidur di sofa.” Jawab pak Bram
“Tidur disini saja pak sama nisa.” Kataku spontan
Pak bram sedikit terkejut, kemudian beliau langsung naik ke ranjang. Akhirnya kami pun tidur satu ranjang malam itu.
*****

Paginya aku terkejut karena ada pria lain seranjang denganku. Tapi setelah aku ingat-ingat, memang aku yang menyuruh pak Bram untuk tidur dikasur bersamaku. Aku bergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap. Setelah itu aku membangunkan pak Bram.
Selagi pak bram mandi, aku memberi kabar kepada suamiku. Aku merasa sangat bersalah. Tetapi kejadian tadi malam tidak aku ceritakan pada suamiku.
Setelah siap pak Bram mengajakku sarapan.
“Ayo Nis kita sarapan dulu”
“Sebentar pak, ada yang perlu nisa siapin buat meeting nanti.” Jawabku
“Ok, bapak tunggu di lobi ya.” Kata pak Bram lagi.
Usai sarapan kami pun berangkat ke lokasi meeting. Selama meeting, kuperhatikan pandangan pak Bram sedikit berubah kepadaku. Beliau lebih memperhatikanku. Bahkan ketika makan siangpun pak Bram berani menggandeng tanganku, namun kutepis secara halus.
Setelah kegiatan hari ini selesai, kami kembali ke hotel. Setibanya dikamar, aku langsung rebahan di kasur karena kecapaian. Tiba-tiba pak Bram sudah rebahan juga disampingku. Lama kami sama-sama terdiam. Kemudian pak Bram memberanikan diri untuk menarikku sehingga kami saling berhadapan.
“Nis, kamu cantik sekali.” Kata pak Bram sambil tersenyum.
Aku pun tersenyum mendengar pujiannya.
“Boleh bapak mencium kening kamu Nisa??” Tanya pak Bram.
Aku hanya mengangguk pelan, memberi syarat pada pak Bram. Dengan perlahan pak Bram mendekatkan wajahnya dan menatapku dalam-dalam. “Cup” akupun merasakan kecupan hangat di keningku. Kemudian kecupannya beralih ke bibirku.
“Terima kasih Nis.”
Aku memberikan senyuman termanis ku pada pak Bram. Tanpa sadar aku menarik tangan pak Bram dan menaruhnya ke dadaku.
“Apa bapak merasakan detak jantungku?’’ tanyaku pada pak Bram.
“Kalau mau, bapak boleh menyentuhku.” Kata-kata itu meluncur dengan sendirinya.
Tanpa pikir panjang pak Bram mulai meremas payudaraku yang masih tertutup baju dan bra. Aku menikmati remasan tangan pak Bram. Pak Bram mencium bibirku dengan lembut. Perlahan pak Bram mulai membuka kancing baju yang ku kenakan sehingga hanya tinggal bra saja yang menutupi payudaraku.
“Tubuhmu putih dan mulus Nisa” kata pak Bram.
Aku tak menghiraukan perkataannya. Aku sudah terhanyut dengan rangsangan-rangsangan yang pak Bram berikan padaku. Kurasakan tangan pak bram melingkar ke belakang dan melepas bra ku. Kini tubuh ku sudah tanpa penutup kecuali hijab dan rok yang aku kenakan.
Pak Bram menghentikan kecupannya, kemudian beliau menjilat bibirku, ditelusurinya kebawah mulai dari dagu, leher, terus dan berhenti di tengah-tengah payudaraku. Kemudian dikecupnya payudaraku hingga meninggalkan bekas merah. Dijilatnya seputaran putingku hingga aku melenguh kecil. Putingku mengeras. Dimainkan lidahnya dikedua putingku. Aku merasakan vaginaku sudah sangat basah.
“Ah….” Aku berteriak kecil ketika pak Bram menggigit putingku.
Jilatan pak Bram turun ke perutku, dan berhenti di pusarku. Dijilatnya pusarku sehingga aku merasakan kegelian yang luar biasa. Tubuhku menekuk. Pak Bram menghentikan kegiatannya, dan kami pun tertawa ringan. Kemudian jilatannya turun ke perut bagian bawah. Pak Bram membenamkan wajahnya diselangkanganku yang masih tertutup rok. Ditariknya rok ku kebawah dan menyisakan CD ku yang sudah sangat basah.
“Nis, kamu sudah basah banget”
Aku hanya tersenyum memandang pak Bram. Pak Bram menjilati vaginaku dari balik CD ku.
“Aaaahhhhh……” aku benar benar tidak tahan untuk tidak mengerang.
Baru kali ini aku menerima oral di vaginaku, terasa geli bercampur nikmat. Suamiku tidak pernah melakukannya, tidak boleh katanya. Ini benar-benar sensasi baru bagiku. Sangat nikmat permainan yang dilakukan oleh pak Bram. Kemudian pak Bram menarik CD ku ke bawah dan melepaskannya, sekarang aku sudah benar-benar telanjang didepan laki-laki yang bukan muhrimku dan aku masih mengenakan hijabku.
Kembali pak Bram mengoral vaginaku. Gesekan lidahnya di vaginaku membuat cairan cintaku mengalir. Reflek kaki ku nenekuk dan menahan kepala pak Bram sehingga wajah pak Bram benar-benar terbenam di vaginaku. Pak Bram menghentikan kegiatannya, dia melepas kemeja dan jeans yang dipakainya. Tubuh six pack pak Bram membuatku pipiku merona merah. Kulihat penis pak Bram mulai mengeras dibalik CD yang ia kenakan.
“Nis, bapak boleh melakukannya?” Tanya pak Bram dengan nada memelas.
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku sudah dipengaruhi oleh birahiku sendiri, aku sudah tidak bisa berpikir jernih sekarang. Kemudian pak Bram membuka CD nya, dan keluar lah penis besar pak Bram. Aku terkejut, penis pak Bram besar sekali. Mungkin 2 kali nya dari punya suamiku. Pak bram menarik tanganku dan menyuruhku duduk. Kemudian diarahkan tanganku ke penisnya.
“Astaga, pak besar sekali penis bapak.” Kataku. Besarnya melebihi pergelangan tanganku.
Pak Bram hanya tersenyum. Digerakan tanganku yang sedang menggenggam penisnya naik turun. Aku mengerti apa yang diinginkan pak Bram, kemudian kulakukan sendiri. Lama aku mengocok penis pak Bram. Pak Bram menyuruhku berhenti dan mendekatkan penisnya ke wajahku. Wajahku memerah, aku sangat malu melihatnya. Digesekkan kepala penis itu ke bibirku, dan pak bram memintaku untuk mengoralnya. Aku menggelengkan kepala.
“kenapa nis? Kamu gak mau?” Tanya pak Bram
“Nisa belum pernah oral penis pak.” Jawabku. Suamiku tidak pernah menyuruhku mengoral penisnya, karena memang tidak diperbolehkan.
“Cobalah punya bapak Nisa, nanti kamu akan ketagihan.” Kata pak Bram lagi
Aku ragu-ragu memegang penis pak Bram. Kemudian ku coba untuk membuka bibirku dan memasukkan kepala penis pak Bram ke mulutku.
“Mmmmhhhhh……” ku kulum penis pak Bram.
Kemudian pak Bram memegang kepalaku dan digerakkannya maju mundur sehingga sepertiga penis pak Bram masuk ke mulutku. Tak berapa lama pak Bram mencabut penisnya dari mulutku.
“Gimana Nis, enakkan?” Tanya pak Bram
Aku hanya mengangguk pelan, menahan rasa malu yang menderaku. Kemudian pak Bram menekuk kakiku dan membuatnya mengangkang. Dengan perlahan pak Bram mengarahkan penisnya ke depan bibir vagina-ku. Pak Bram menggesek bibir vagina-ku dengan penisnya, desahanpun keluar dari mulutku.
Aku menikmati setiap gesekan penis pak Bram, dan sesekali kepala penis pak Bram masuk ke lubang vagina-ku. Aku menggeliat-geliat dan mendesah.
“Nis, boleh bapak masukkan?” Tanya pak Bram.
“Boleh pak.” Jawabku yang sudah dipenuhi birahi.
Dengan perlahan pak Bram memasukkan kepala penisnya ke lubang vaginaku.
“Oouuuuhh…….” Kurasakan penis pak Bram mulai memasuki vagina-ku. Vaginaku terasa perih menerima penis pak Bram yang besar.
“Aaahhhhh…. Nis, vaginamu seret sekali.” Erang pak Bram.
Akhirnya kurasakan penis pak Bram menyentuh dinding vaginaku. Lama kami terdiam, saling merasakan kenikmatan yang tiada tara. Selang beberapa menit, pak Bram mulai memaju mundurkan penisnya. Kami saling mendesah. Pak Bram dengan ganas melumat kedua payudara ku. Digigitnya putingku.
“awhhhhh….. pak terusin pak” racauku.
Sepuluh menit berlalu dan aku tak kuasa menahan orgasmeku, “Aahhhkkkkkkkkkkkhhhhhhh… pak… Nisa…Nisa..Ke..lu..ar…. eergghhhhh” jeritku merasakan orgasme yang begitu nikmat.
Sementara pak bram masih terus menggenjot tubuhku. Vagina-ku terasa sensitive setelah orgasme, namun pak Bram masih memompa penisnya di vagina-ku dengan kecepatan tinggi. Lama pak Bram memompa penisnya. Kemudian beliau mencabut penisnya dan membalikkan tubuhku sehingga posisiku tengkurap. Ditariknya pinggulku dan diangkatnya, kakiku dilebarkan dan “sleebbb” penisnya dimasukkan kembali ke vagina-ku. Pak Bram menggenjotku dalam posisi dogy, dan baru kali ini juga kurasakan variasi seks seperti ini. Biasanya hanya aku yang diatas, atau aku yang dibawah.
Aku pun kelojotan dibuatnya. Pak Bram memang hebat, belum menunjukkan bahwa baliau akan orgasme. Tak lama kemudian, kurasakan orgasme kedua ku.
“AAAAAHHHHKKKKKKHHHH……….” Teriakku keras. Aku tak memperdulikan lagi jika ada orang yang mendengarnya.
Lama-lama vagina-ku terasa perih, tetapi pak Bram masih memompa penisnya. Kemudian ditariknya tangan kiri dan kaki kiriku keatas, sehingga hanya tangan dan kaki kanan yang menopang tubuhku. Digenjotnya aku dalam posisi beliau berdiri. Aku sudah tidak bisa berfikir lagi, hanya kenikmatan yang dapat kurasakan saat ini. Dan akhirnya pak Bram pun menegang dan menyemburkan cairan hangatnya ke dalam rahimku. Banyak sperma pak Bram, hingga kurasakan rahimku penuh dengan sperma nya.
Kemudian pak Bram mencabut penis nya dan mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku gelagapan menerima penis pak Bram yang basah oleh cairan cintaku dan sperma nya. Diurutnya penis tersebut dan sisa-sisa sperma nya mengalir masuk ke mulutku. Baru kali ini aku merasakan yang namanya sperma, ada rasa asin-asin gimana gitu. Sperma itu pun tertelan olehku. Kulihat wajah pak Bram yang puas, dan kami pun tersenyum. Malam itu kami tak sempat untuk dinner karena kecapaian. Dan kami tertidur dengan tubuh masih telanjang bulat, dengan hijab yang masih aku kenakan.

Sejarah Jokowi Di Papua


Presiden RI ke 7 Joko Widodo, dalam pidatonya di Yahukimo Papua membuat saya merinding membacanya, sebagaimana dikutip di media online detik.com. Pertama dalam sejarah sejak bangsa ini merdeka, rakyat Papua bisa menikmati harga BBM sama dengan harga yang di pulau Jawa. 

Yang bikin mata saya berkaca-kaca membaca berita di detik.com. Warga Yahukimo disekitar bandara menebang pohon2 didekat area bandara, agar dapat melihat langsung pesawat Kepresidenan walau dibalik luar pagar. Sungguh, menyayat hati kita sebagai anak bangsa, begitu rindu warga Papua akan sosok pemimpin yang mau memperjuangkan hak2 mereka sebagai WNI.

Berikut pidato Jokowi yang saya penggal sebagaimana dilansir dari detik.com : 
"Yang kedua, yang berkaitan masalah BBM satu harga di Papua dan Papua Barat. Saya sering sekali mendapatkan informasi dari masyarakat. Waktu salaman gitu bisik-bisik ke saya, 'Pak, BBM di sini harganya masih Rp 60 ribu Pak,' waktu di Wamena, 'Pak, BBM di sini kadang-kadang malah sampai Rp 100 ribu Pak,'. Saya cek kemarin ke Kapolda 'Bener harganya memang seperti itu?' 'Betul, Pak,' sehingga, ini sudah setahun yang lalu saya perintahkan kepada Menteri BUMN, agar harganya sama seperti provinsi, seperti daerah yang lain, baik di barat maupun di tengah, harusnya memang sama, dari dulu harusnya memang sama. Meskipun kalau dihitung-hitung oleh Pertamina, Dirut Pertamina pernah menyampaikan ke saya, 'Pak, ini hitung-hitungannya Pak, kalau harganya sama Pak di Papua kita rugi Rp 800 miliar,' saya sampaikan 'Ini bukan masalah untung dan rugi. Ini adalah masalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Friday, 21 October 2016

Sang Legenda (end)

Fragmen 6
Don’t Stop Me Now!



Freddie mencoba menerima dirinya dalam paradigma baru. Semua orang di band kini tahu tentang orientasi seksual Freddie, juga hubungan di antara kami berdua, namun kebanyakan mereka memilih untuk tidak membahasnya. Freddie mencukur rambut panjangnya, menyisirnya rapi dan menumbuhkan kumis. Ia meninggalkan kostum mewah yang biasa dipakainya di tahun 70-an, dan menggantinya dengan celana pendek ketat dan tank top yang memamerkan bulu ketiak dan bulu dada. Freddie seolah berusaha menyatakan seksualitasnya kepada publik dengan cara yang paling lugas. 

Tidak ada yang berani menghalangi, tidak juga anggota Queen yang lain. “Beberapa di antara kami membencinya, tapi memang itulah Freddie dan kami tidak bisa menghentikannya,”(13) kata May dalam sebuah wawancara.

Tidak semua orang bisa menerima hal ini. Pada masa itu homoseksualitas bukanlah sesuatu yang lazim, terlebih bagi frontman band rock yang dianggap sebagai panutan oleh banyak orang. Queen dihujat, Freddie dicaci dan dimaki, terlebih lagi oleh orang-orang yang berkeberatan idolanya berlagak seperti banci. 

Pernah suatu ketika seorang penonton meneriakinya ‘banci’ ketika Queen sedang bermain di Manchester. Seorang Farrokh Bulsara mungkin tidak akan berkata apa-apa jika dikatai banci. Namun kali ini yang dihina adalah Freddie Mercury, dan jangan pernah sekalipun kau berpikir untuk menghina seorang Dewa apalagi di hadapan jemaatnya.

Freddie berhenti bernyanyi, bersikeras pada kru panggung untuk menemukan bangsat yang mengatainya banci. Freddie memerintahkan lampu sorot diarahkan ke pria itu, dan berkata, “coba bilang sekali lagi, darling.”(14) Seketika kemaluan orang itu menciut seperti nyalinya, hingga tak jelas lagi yang mana banci dan yang mana lelaki sejati.



Setiap akibat pasti bermula dari sebab. Setiap aksi pasti akan menimbulkan reaksi. Keputusan Freddie kini memberikan implikasi. Queen yang mulai ditinggalkan penggemarnya, terpaksa mencari pasar baru di negara-negara Amerika Latin, namun ini malah membuat mereka dihujat pers dan audiens karena bermain di negara-negara yang masih berada di bawah rezim kediktatoran. Queen dianggap berpihak pada penguasa dan mendukung penindasan kepada rakyat. Fuck it, kata Freddie dalam suatu wawancara dengan angkuh dan berapi-api. “Kami hanya ingin menghibur rakyat yang ditindas, dan tidak ada yang salah dengan ini. Kalian saja yang terlalu picik dan menggolongkan diri di bawah bendera dan panji-panji!”

Freddie menghadapi itu semua dengan mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan. Seorang budayawan, Karl Marx, pernah berkata bahwa, “agama adalah candu bagi masyarakat agar penderitaan mereka dapat tertanggungkan.”(15) Namun sekarang aku berpikir, keduniawian juga menawarkan eskapisme yang tak jauh berbeda. LSD, minum-minuman keras. Pemberhalaan terhadap birahi. Dan Freddie semakin tidak terkendali.

Freddie lebih memilih menjalani gaya hidup ala bintang rock. Dunia semakin cepat berputar bagi Freddie, dan aku semakin jauh tertinggal. Aku hanya bisa mengikutinya dari belakang ketika sibuk merayu pria dan gadis-gadis di klub malam Munich, Jerman Barat. 

Di awal tahun 1980-an, Jerman Barat sudah menjadi rumah kedua bagi Queen, yang sedang dalam penggarapan album baru-nya. Munich dianggap menjadi tempat yang sesuai untuk merekam album “The Game” karena di sini terdapat beberapa studio rekaman paling canggih di Eropa Barat. Permasalahannya di kota ini juga banyak terdapat klub malam yang menawarkan hiburan dewasa yang berpotensi membuat Freddie tergila-gila. Apaalagi penduduk Eropa daratan dikenal cenderung liberal dalam urusan seks, aku yang pernah tinggal di Amsterdam tentu tahu itu dari dulu.

“Jangan lupa pakai kondom!” teriakku ketika ia dijemput oleh Mick Jagger dan anak-anak The Rolling Stones setelah take vokal di studio rekaman. Mereka rencananya akan menonton pertandingan Liga Champions antara Chelsea vs Bayern Muenchen, lalu dilanjut berpesta di villa mewah milik Keith Richards di pinggiran kota. Jelas-jelas aku tidak bisa ikut meskipun dipaksa. Sebagai produser, aku masih harus mengawasi proses rekaman, apalagi beberapa part riff gitar rencananya diulang.

Don’t worry darling, kondom cuma buat pengecut,” jawab Freddie enteng, lalu melenggang ke dalam limosin yang sudah berisi belasan pelacur.

Tentu saja aku wajib khawatir. Di awal tahun 1980-an. AIDS mulai mewabah. Dimulai di Amerika, dan menyebar ke seluruh dunia. Kaum agamis awalnya menganggap AIDS adalah azab Tuhan untuk menghancurkan kaum homoseksual seperti dulu Dia menghancurkan Kota Sodom dan Gomorah. Dan melihat tingkah laku Freddie yang seperti remaja baru puber, siapa yang bisa tahan untuk tidak cemas.

Freddie sama sekali tidak bisa dihentikan lagi, tidak aku atau anggota band-nya yang bisa menghentikannya kali ini. Mungkin hanya Tuhan, -sayangnya selama ini aku mengingkari-Nya. Tidak ada bukti empiris yang mendukung ataupun tidak mendukung keberadaan Tuhan. Dia berada di dalam suatu ‘suwung’. Satu juta orang atheis tak akan meniadakan keberadaan Tuhan Yang Maha Ada, dan satu juta orang yang menyembah-Nya tidak akan mengadakan sesuatu bila memang tak ada. Semuanya berada di zona abu-abu, di mana bersama-Nya ikut bersemayam milyaran potensi dan posibilitas. Dan untuk pertama kalinya aku ragu. Aku ingin berdoa untuk Freddie, tapi aku tak tahu harus memanjatkannya kepada siapa.









Fragmen 7
Love of My Life

Aku semakin terjauh dari Paradiso. Ayah menghembuskan nafas terakhirnya tanpa pernah melihat lagi matahari yang terbit dari balik Candi Borobudur di kampung halaman. Dimakamkan di samping Ibu di pemakaman umum di pinggiran Amsterdam, aku hanya sempat datang ketika prosesi Misa Requiemnya yang sederhana. Aku sedih bukan karena kehilangan orang itu. Aku sedih karena ternyata aku tidak merasakan apapun, hanya rasa hampa yang baal dan tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. 

Aku mendapat kewarganegaraan Inggris tahun itu, meski sebenarnya ingin sekali aku kembali memegang paspor Indonesia. Aku tidak tahu apakah suatu saat aku bisa pulang ke firdaus yang membentang di sepanjang khatulistiwa. Aku tidak tahu apakah suatu saat aku bisa memenuhi janji masa kecilku dengan Freddie untuk mengajaknya ke kampung halamanku. Untuk pertama kalinya aku merindukan tempat berpulang. Sebuah Paradiso. Aku bisa merasakan perasaan Adam yang terusir dari Surga, dan mengalami rasa rindu yang sama akan tempat tempat kelahirannya. 

“Kamu sedang memikirkan apa, darling?” kata Freddie sambil memeluk tubuhku dari belakang. Fajar mengintip dari balik cakrawala Munich yang dipenuhi gedung yang saling menjulang. Awal Februari, bumi utara baru saja memasuki awal musim semi. Salju mulai mencair, dan pucuk-pucuk pohon mulai kelihatan menghijau dari sepanjang jalan hingga menghilang di batas jarak pandang. Aku terpekur di balkon apartemen Freddie yang terletak di lantai paling atas gedung Falkenhortz, sebelum sepasang tangan kekarnya melingkar di pinggangku. Aku merasakan hangat tubuhnya yang menempel di tubuhku, sama-sama telanjang.

“Kamu tidak pernah rindu Zanzibar?”

“Aku sudah meninggalkan semua itu, my dear. Zanzibar, India... semua yang berasal dari masa lalu.”

“Termasuk aku?”

Dicubitnya pinggangku. “Bitter and sarcastic, like always. Aku tidak heran sampai sekarang kamu masih sendirian. Mungkin cuma aku yang bisa tahan sama kamu.” 

Tahun 1986. 8 tahun sudah kami hidup bersama. Usia Freddie menginjak 38, sedang usiaku 37. Api cinta kami tak lagi membara, namun senantiasa hangat untuk jadi tempat berdiang. Tubuh Freddie mulai dimakan usia, akhir-akhir ini ia sering terserang meriang dan batuk berdahak. Jika kami pasangan hetero, mungkin kami berdua sudah memiliki 2 atau 3 orang anak, mengajari mereka bermain piano atau menulis puisi. Andai saja.

Aku pernah mengajak Freddie membina rumah tangga dan mengadopsi seorang anak, tapi dia hanya menanggapinya dengan setengah berkelakar dan berkata bahwa dirinya tidak bisa memasak dan tidak akan bisa menjadi istri yang baik. “Lagipula aku lebih suka kucing,”(16)pungkasnya. Maka kami pun sepakat mengadopsi beberapa ekor kucing.

Hubungan kami tidak didasari atas kontrak apapun. Tapi kami selalu tahu, hanya bersamaku, Sang Legenda bisa melepaskan kemelekatannya terhadap cahaya dan gegap gempita massa yang memujanya dan memilih kembali menjadi manusia. Di dalam pelukanku Freddie merasakan kembali sensasi kefanaan manusia. Pagi itu, kami memutuskan untuk mengawalinya dengan bercinta.

Jika erotisme yang anda cari dalam cerita ini, aku bisa menceritakannya dengan panjang lebar kepada anda sekalian, pembaca yang budiman. 8 tahun hidup bersama berarti lebih dari 2920 kali kami bisa melakukan persetubuhan, jika mengingat hampir tiap hari kami melakukannya (tak ada yang menstruasi di antara kami, sekedar mengingatkan). Dan sungguh, untuk itu akan diperlukan jutaan aksara dan bergalon-galon tinta untuk mencatat setiap detil adegan percintaan kami yang menggelora. Atas nama kebaikan bersama dan hutang budi pada pepohonan yang tak pernah tak sudi dijadikan kertas, maka aku akan menceritakan satu yang paling istimewa.

Tapi kau jangan salah mengira, karena yang akan kuceritakan bukanlah percintaan antara Eros dan Hermes yang menggelora, bukan pula Freddie Mercury dalam wujud mudanya yang mungkin membuatmu tergila-gila, melainkan tentang sepasang lelaki paruh baya yang tak lagi muda. 

Tanpa pernah merasakan menjadi tua, engkau tak akan pernah mensyukuri bergolaknya masa muda. Tanpa pernah menjadi sekarat, engkau tak akan pernah mensyukuri nikmatnya sehat. Tanpa pernah mengingat kelak engkau akan mati, engkau tak akan pernah mensyukuri hidup, meski hanya sekali. 

Hidup adalah sebuah gerbang pengalaman, begitu juga mati. Bersama hidup, engkau akan merasakan sensasi tumbuh, berkembang, menjadi tua, dan mungkin juga ajal. Farrokh kecil yang dulu kukenang, kini menjadi bapak-bapak berusia 38 tahun dengan perut membuncit dan dada berbulu. Keriput mulai mewarnai raut wajahnya yang diliputi kumis tebal. Namun mata itu selalu ada di sana, mata yang menatapku dengan sabar, dan senyum yang selalu tulus menemaniku selama ini.


Ciuman itu tak lagi membara seperti ciuman pertama kami di rumah Freddie 8 tahun yang lalu. Tidak dengan birahi, tapi sayang. Ada banyak cinta yang ikut hadir di antara bibir kami yang saling berpagut. Tidak diperlukan adegan rayu-merayu yang berpotensi memanjang-manjangkan cerita untuk hal ini. Cukup satu kata magis dari Freddie, “Eat me, darling.” Hingga membuat sepasang lelaki ini saling bergumul di atas kasur dengan tubuh telanjang.

Freddie menyukai warna kulitku yang sawo matang, fenotip khas ras Melayu yang mendiami kepulauan Malaka di Asia Tenggara. Freddie juga menyukai bentuk kejantananku yang tidak terlalu besar dan melengkung ke atas. Tidak terlalu sakit, tapi sekaligus menekan secara tepat pada kelenjar prostatnya. Freddie paling suka itu, ia berkata seluruh tubuhnya seolah merinding nikmat ketika ujung kejantananku menggelitik tepat di titik paling sensitif dalam lubang anusnya.

Kejantanan Freddie memang berukuran jauh lebih besar dan lebih panjang dari milikku. Freddie adalah keturunan Persia, dan masih masuk ke dalam suku bangsa Timur Tengah yang secara genetik memungkinkan untuk memiliki kejantanan yang lebih panjang dari ras Melayu. Di antara selebriti ia paling dikenal dengan stamina dan kegagahannya memompa tubuh para wanita (dan pria, tentu saja), sehingga dijuluki Dewa Seks. Namun bersamaku, Freddie lebih memilih menjadi wanita, dan merintih-rintih ketika lubang duburnya kusetubuhi.

Aku pun menyukai tubuh Freddie yang dirimbuni bulu, berbeda kontras dengan tubuhku yang mulus tanpa bulu (ya, aku mencukur habis rambut kemaluanku), sehingga memamerkan bentuk otot yang nyaris tak berlemak. Freddie paling suka menciumi sekujur otot-otot tubuhku, mengigit-gigit dan meninggalkan banyak bekas kemerahan bila diperlukan. Gemas, alasannya.

Aku menciumi bulu dadanya yang lebat, aku suka sekali ini dari dulu. Dengan ujung lidah, kugelitik putingnya yang dirimbuni bulu, sebelum beralih mengigigit-gigit perutnya yang diselimuti lemak. Rambutku dijambak.

Freddie menyukai kulumanku. Maka aku ciumi batang kejantanannya yang berukuran lebih dari 25 cm. Ujungnya yang membulat kulumat, disusul batangnya yang dipenuhi urat. Sepasang buah zakarnya mulai kendor dan mengkerut, tapi itu tak mengubah kenyataan bahwa sepasang benda menggemaskan itu tetap menyenangkan untuk dikulum dan diemut. Freddie mendesah. Lidahku jauh menjelajah ke arah bawah, sedikit jijik bagi yang belum terbiasa, namun bagi Freddie itu justru membangkitkan simpul simpul birahinya 

Perut buncitnya ikut meregang ke atas dan kebawah, larut akan kenikmatan duniawi ketika ujung lidahku bergerak membelai bintang kecil di antara kedua pantatnya. Ia paling suka sekali dijilati di bagian ini. Freddie yang perkasa akan berubah tidak berdaya ketika kumainkan lubang anusnya dengan ujung jari. Ia hanya bisa merintih-rintih panjang bak perawan yang disetubuhi untuk pertama kali jika jariku sudah mulai menelusup ke dalam dibarengi dengan masuknya batang kejantanannya ke dalam mulutku, setengah saja, karena kejantanan itu terlalu panjang untuk kutelan hingga pangkal.

Jeritan panjang. Freddie yang sampai pertama. Cairan cintanya memancar ke wajahku, lalu cepat kukulum batang kejantanannya selagi masih menyemburkan cairan putih kental, karena aku ingin menelannya bulat-bulat di depan Freddie. (Freddie selalu menyukai pemandangan itu). Freddie tersenyum lemah, melihat spermanya meleleh-leleh di bibirku dan segera kujilat dengan sapuan lidah yang nakal dan menggoda.

“Ayo....” Sang Legenda merengek manja layaknya seorang gadis muda. Mengangkangkan pahanya lebar-lebar, dan menunjuk ke arah lubang analnya yang menggoda, memohon untuk segera disetubuhi.

Aku adalah lelaki-nya yang pertama, tapi Freddie adalah lelaki terakhir yang pernah kusetubuhi. Setelah percintaan pertama kami di atas karpet tempo hari, tak pernah aku bercinta dengan orang lain selain dirinya. Selalu ada yang pertama, dan aku ingat betapa sulitnya ketika pertama kali aku mempenetrasi lubang anusnya, namun seiring waktu, otot-otot analnya semakin beradaptasi menerima kejantananku, dan kami pun semakin piawai dalam bercinta dan bercumbu. Gunakan pelicin jika engkau ingin sensasi yang lembut dan mendayu-dayu, dan jangan gunakan apa-apa jika engkau menginginkan sensasi perat dan mencengkram. Dan kali ini, kami menginginkan persetubuhan yang sedikit sentimentil, maka sebotol pelumas dari bahan gel yang jadi solusi.

Aku menyetubuhinya dengan saling berhadapan, karena dengan ini aku bisa melihat ekspresi nikmatnya ketika kejantananku mulai menyesak kedalam lubang anusnya. Freddie selalu tersenyum, ia selalu tersenyum ketika aku melakukan ini.

Birahi tak lagi hadir sebagai api yang membakar, namun lebih seperti bara yang meleburkan. Bersamanya hadir desah dan erangan yang timbul setiap kali kuhujamkan kejantananku ke dalam tubuh Freddie, tidak dengan kasar tapi dengan dorongan lembut hingga akhirnya kami bersatu menjadi satu tubuh, dan itulah kenapa ia disebut bersetubuh. Aku rasakan hangat tubuh kekasihku yang mencengkeram batang kejantananku, juga kilat-kilat keringat yang meliputi tubuh telanjang kami ketika kami saling memeluk, erat. 

Enggahan nafas disertai bisikan sayang yang saling membisik, lalu disusul dengan rintihan panjang ketika ujung kejantananku menekan titik lemah di kelenjar prostatnya.
Sekujur tubuhku dirambati oleh perasaan yang menyenangkan ketika otot-otot anal Freddie saling menggesek dengan pucuk-pucuk syaraf kenikmatanku. 

Otot-otot tubuh kami mengejang dalam kontraksi involunter, bergetar dalam intensitas yang mencengangkan, dalam gelinjang yang berkesinambungan. Kami menggapainya bersama-sama, seluruh tubuh kami Puncak kenikmatan itu termaktub dalam sebuah erangan panjang yang menjadi pengejawantahan segala hasrat paling hewani. Selanjutnya hanya remah-remah residu orgasmik yang merupa sisa kenikmatan yang berdesir dalam aliran darah. Kami hanya bisa merasakan jejaknya, tanpa bisa mengenalinya lagi.

Adam memilih menanggalkan keabadiannya di Paradiso dengan memakan buah pengetahuan. Bersamanya ia merasakan sensasi kefanaan, di mana sel-sel tubuhmu terus membelah, mati, dan diperbaharui, dan umurmu adalah barang pinjaman yang bisa dituntut sewaktu-waktu. Dan Adam lebih memilih semua itu ketimbang menghabiskan keabadian di dalam taman Surga. Kefanaan menakutkan sekaligus indah, karena kematian memberikan arti bagi kehidupan yang engkau tahu tak berlangsung selamanya. Tak ada kehidupan setelah kematian, menjadikan setiap mili sekon sedemikian berarti. Aku hanya bisa memeluk Freddie erat-erat, menikmati sedapatnya kebersamaan yang siapa tahu esok pagi akan diklaim oleh Sang Waktu. Bersamanya aku merasakan sensasi mortalitas sekaligus imortalitas. Bersamanya aku merasa utuh, -kami merasa utuh. 









Last FragmentThese are The Days of Our Lives

Vonis mati itu akhirnya datang pada penghujung tahun 1987 berbentuk hasil pemeriksaan laboratorium. Tidak hanya satu, tapi dua, untukku dan Freddie. Kali ini, malaikat maut menyamarkan dirinya dalam bentuk kuman bernama HIV yang ikut beredar dalam darah dan menggerogoti sistem kekebalan tubuh kami.

Aku sudah merasakan firasat buruk ketika batuk berdahak Freddie seperti tidak sembuh-sembuh. Dan disusul aku yang diare parah. Merasa khawatir Mary Austin, asisten pribadi Freddie memeriksakan kami ke dokter. Aku tidak terlalu terkejut ketika hasil pemeriksasaan darah kami keluar. Dari awal aku sudah tahu ini cuma masalah waktu. Freddie juga tahu itu, tapi ia merasa dua kali lebih bersalah karena sudah ikut menulariku. Aku juga ikut bersalah dala hal ini, kataku, mencoba menghiburnya. Lagipula aku tidak mau sendirian kalau kau tinggal mati, pungkasku dengan satir.

Tubuh Freddie digerogoti Bronchopneumonia, di mana kuman menggergoti paru-parunya bak jamur yang melapukkan kayu di musim hujan. Terserang AIDS tidak serta merta membunuhmu, tapi hilangnya kekebalan tubuh bisa membuat pilek dan radang tenggorokan sederhana dapat menjelma menjadi penyakit berbahaya yang mengancam nyawa.

Aku sedikit lebih beruntung, karena darahku hanya dideteksi positif berisi kuman tanpa disertai komplikasi apa-apa. Aku segera berhenti merokok, minum-minum, dan sekalian menjadi vegetarian. Aku sama sekali tidak berkeberatan untuk mati. Mengingkari kematian sama saja mengingkari bumi yang berputar mengelilingi matahari. Namun ketika benar-benar dihadapkan pada ajal, tak ayal aku gemetar, dan ingin mengulur ajal.

“Aku harap setelah aku mati, kita bisa ketemu lagi di sana,” bisik Freddie, lirih. “Kita bisa jadi satu lagi....”

Aku memilih diam, karena khawatir terpaksa menjawab dengan ironi. Manusia membuat suatu harapan kosong dengan membayangkan di depan nanti ada kehidupan setelah kematian yang menanti. Manusia takut takut berpisah dengan orang yang paling dicintai, oleh karena itu mereka mengarang Surga dan harapan pertemuan kembali dengan orang yang dikasih. Ketika melihat Freddie yang sedang sekarat, untuk pertama kalinya aku berharap alam setelah kematian itu ada seperti apa yang selama ini kuingkari.

“Pasti...,” jawabku

“Banyak hal sebenarnya yang masih ingin kulakukan bersamamu. Aku kan belum ke negaramu... oh iya... kamu dulu pernah janji akan membuatkan aku lagu....” Dari sekian banyak kata untuk mengutuk Sang Maut, Freddie malah memilih kata-kata itu. “Aku ingin berkarya sebanyak-banyaknya sebelum mati....”

Maka malam itu hadir sebuah lagu. Satu-satunya lagu yang kutulis lirik sekaligus iramanya untuk Freddie. Queen merekamnya dalam album “Innuendo”, namun aku bersikeras agar nama Roger Taylor yang nantinya ditulis dalam sampul album. Aku tak mau nama besar Queen dicemari dengan nama seorang anak komunis.

Tahun 1989. Tubuh Freddie semakin tergerogoti oleh penyakitnya. Semua orang dalam ruang rekaman itu tahu kalau Sang Legenda sedang sekarat. Tubuhnya kurus kering, dan rambut putihnya rontok di sana sini. Namun aku tahu Freddie seperti menemukan Paradiso ketika berada di dalam studio. Ada rasa bahagia di kedua matanya, ketika melakukan hal yang paling digemarinya, menyanyi.

Seluruh tubuhnya gemetar menahan berat tubuhnya sendiri, namun berusaha tegak berdiri, dan ia mulai bernyanyi...

“Sometimes I get to feelin'
I was back in the old days, long ago
When we were kids, when we were young
Things seemed so perfect, you know?


“The days were endless, 
we were crazy, we were young
The sun was always shinin',

we just lived for fun”

Segala kenangan bersama Freddie kembali terkilas balik bagaikan potongan film yang saling berkelebatan. Aku dan Freddie, sepasang bocah di pusaran revolusi yang berusaha menemukan kembali jalan menuju kebahagian. Kami diusir oleh Tuhan dari Paradiso ke dalam dunia yang kejam. Berdua kami menapaki jalan panjang kehidupan, berharap ada suatu ‘Paradiso’ yang menanti di ujung jalan. Berdua kami tersesat, berdua kami berusaha menemukan jalan pulang....

“Sometimes it seems like lately, I just don't know
The rest of my life's been, just a show.”

Segala sebab pasti berasal dari akibat. Setiap asap bermula dari api. Dan setiap aksi pasti akan menimbulkan reaksi. Lingkaran Karma dan Samsara. Kelak aku akan memahami semua. Persis seperti permukaan air yang tenang dan kau lempari dengan batu. Timbul sebuah riak. Kemudian memicu riak berikutnya. Berikutnya. Hingga menjadi kumparan gelombang yang teramplifikasi memenuhi seluruh permukaan. Setiap perbuatanmu, sekecil apapun itu, baik ataukah buruk senantiasa akan bergaung dalam keabadian.

Setelah ini, seluruh dunia mungkin akan menghakiminya sebagai pendosa yang menerima hukuman Tuhan seperti penghuni kota Sodom dan Gomorah. Namun Freddie berusaha menerima semuanya itu, tanpa melarikan diri atau melakukan pembenaran atas kesalahannya. Freddie mengakuinya dengan ksatria. Tak ada gunanya berupaya memutar waktu. “Kesalahanku adalah tanggunganku(1)”. 

Freddie berusaha menerima kematian sebagai sesuatu hal yang wajar dan tidak dapat dihindarkan, merenungkan bahwa kita semua datang sesuai perbuatan kita dan pergi sesuai dengan perbuatan kita. Freddie berusaha meraih kerelaan melepas semuanya dan menerima kematian...

“You can't turn back the clock,
you can't turn back the tide
Ain't that a shame?
I'd like to go back one time 

on a roller coaster ride
When life was just a game

No use sitting and thinkin' on what you did...”

Sebagian manusia menyongsong ajal dengan dengan bermimpi dan berharap, bahwa di seberang sana ada sebuah kehidupan baru yang lebih baik. Sebagian lagi mengutuki, memaki Tuhan yang memanggilnya secara terburu-buru.... 

Freddie memilih menyongsong ajal dengan keagungan layaknya seorang legenda. Ia adalah Freddie Mercury, manusia setengah Dewa yang menaklukkan jutaan manusia yang meragukannya, dan kini ia menantang Malaikat Maut yang hendak mencabut nyawanya. “Wahai Sang Maut, Izrail, Yama, atau dengan nama apapun engkau hadir. Engkau bisa mencabut nyawaku dengan cara halus atau paling kasar sekalipun. Tapi selama rohku belum tercerabut, jangan pikir engkau bisa menghentikanku untuk bernyanyi. Aku adalah Sang Legenda, dengan suaraku aku akan menggetarkan Surga dan menggemparkan Neraka. Meskipun jasadku tinggal rangka, laguku akan terus bergema di lorong-lorong sejarah, di koridor-koridor ingatan umat manusia!

“Those were the days of our lives
The bad things in life were so few
Those days are all gone now but one thing's still true
When I look and I find, I still love you,
I still love you.”









EpilogHeaven for Everyone


Freddie Mercury menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang pada tanggal 24 November 1991 di atas tempat tidur di kediamannya di Kensington.

Freddie dimakamkan dalam upacara Zoroastrianisme dengan cara dikremasi. Sejarah mencatat Mary Austin, mantan kekasih Freddie yang dipercaya menyimpan abu Sang Legenda, namun tidak ada satupun yang mengetahui sehari setelahnya Mary memberikan abu Freddie kepadaku. Ia berkata bahwa aku jauh lebih layak untuk menemani sisa perjalanan Sang Legenda.

From ashes to ashes, from dust to dust. Freddie kembali menjadi serpihan-serpihan partikel mikron yang tak berarti, tersimpan rapi dalam cawan perak yang disegel dengan timah. Dan itulah aku. Kami. Sebutir debu.

Descartes berpendapat berpendapat, semesta tidak memiliki rancangan, semesta penuh dengan kekacauan dan sama sekali muskil untuk mengkonstruksi kekacauan ke dalam keteraturan.

Berbeda dengan Descartes, May, Sang Gitaris penyandang gelar doktoral di bidang astrofisika pernah berkata kepadaku bahwa Semesta bermula dari sebuah ledakan besar sebelum terus berekspansi dan berotasi membentuk bintang dan planet-planet. Sementara hukum fisika paling dasar berkata bahwa, energi tidak bisa diciptakan, tidak pula bisa dimusnahkan. Pertanyaanya, dari mana muasal energi untuk membuat ledakan besar, selain ada campur tangan yang beraksi di luar sistem, di luar hukum fisika, dan di luar nalar segala makhluk di jagat raya.

Aku mencoba menerima sisa umurku yang aku tahu tak akan lama lagi. Belajar meditasi dan merenungi. Hanya eskapisme belaka barangkali, aku mencoba merasionalisasi untuk terakhir kali, namun kali ini, Tuhan seperti menampar kesombonganku dengan menghadapkan ajal di depan mata. Menghadapi Substansi yang berada di jangkauan nalar dan kuasamu, siapa yang berani untuk menyombongkan diri? Aku menerima kekalahanku sebagai butir debu yang tak berarti di belantara semesta. Untungnya Tuhan tak marah. Tuhan tak pernah marah. Tahun itu juga, aku berdamai dengan Tuhan.

Aku mengasingkan diri ke desa kecil bernama Zhongdian, di lereng pegunangan Himalaya, ke tempat yang konon dulunya bernama Shangri-La. James Hilton (1933) pernah menulis dalam novelnya yang berjudul Last Horizon, tentang suatu tempat di sela-sela pucuk dan ngarai Himalaya timur, di mana rahib-rahibnya memperoleh suaka dengan pencerahan dan harmoni, dan mencapai usia panjang yang melebihi batas wajar. Dari biaranya yang indah dan bertingkat-tingkat aku bisa melihat puncak-puncak dunia yang berselimut salju abadi seolah melayang di atas awan.

Shangri-La berarti firdaus, Surga, Nirvana, dan juga bersinonim kata dengan Paradiso. Aku tersenyum menyadari kebetulan ini, meski aku tahu tidak ada yang kebetulan di bawah langit. Akhirnya aku menemukannya, Shangri-La dalam bentuk metafor, atau Shangri-La secara literal tentang suatu tempat setelah kematian yang terbebas dari ruang dan waktu, namun sekarang, siapa yang peduli itu semua?

Di sini aku hidup bersama para rahib, belajar meditasi, dan berhenti mengkonsumsi makhluk bernyawa. Aku berusaha melakukan penebusan dosa, -jikalau sekalipun dosa tidak bisa ditebus- setidaknya aku bisa memutus mata rantai samsara. Sungguh mengherankan, sosok sombong yang selama ini berusaha menolak eksistensi Yang Maha Kuasa, kini malah bisa tenang bersila dan membaca Sutra yang ditulis dalam bahasa Pallawa, apapun alasannya.

Cinta antara manusia adalah bagian dari cinta yang lebih agung. Cinta bukanlah masalah agung, ataupun rendah. Setelah merasakan kepedihan, engkau bisa memahami penderitaan hidup. Dengan mengetahui nafsu, seseorang bisa menaklukkannya. Mengetahui apa yang diinginkan, seseorang bisa merelakannya.

Mengatasi kemelekatan dengan mengalaminya. Sang Budha, Sidharta Gautama mencapai pencerahannya saat beliau berhasil mengatasi kemelekatannya pada dunia. Herannya aku sudah mengetahui itu sejak lama. Sahabat, kekasih, dan juga belahan jiwa, mengajarkan itu semua tanpa perlu satu potongpun aksara.


Udara dingin pegunungan Himalaya, ditambah ramuan purbakala yang kuminum hampir tiap hari, membuat retrovirus yang beranak pinak dalam darahku menjadi jinak dan dorman. Clotho mau berbaik hati untuk tidak memutus benang umurku hingga 10 tahun berikutnya.

Seperti perputaran roda kehidupan. Rezim militer Orde Baru jatuh pada tahun 1998, dan digantikan dengan era yang bertajuk reformasi. Seperti diriku, Indonesia berusaha memaafkan dirinya sendiri, menebus dosa masa lalu dan menyembuhkan luka sejarah dengan merehabilitasi nama orang-orang yang dituduh komunis, termasuk ayahku. Hingga akhirnya pada tahun 2001, aku memperoleh kembali kewarganegaraanku.

Aku mampir sebentar ke Amsterdam, berpamitan pada ayah dan ibu, sebelum terbang dengan pesawat Garuda Indonesia jurusan Jakarta. Dari Jakarta aku naik kereta sampai Yogyakarta, Pakde dan sanak kerabat yang menjemput sedikit terkejut melihat penampilan baruku yang berkepala plontos, untungnya mereka cukup yakin bahwa yang datang bukanlah hantu.


Matahari baru saja menyembul dari balik stupa raksasa ketika mobil yang kutumpangi tiba di desa kecil di dekat Muntilan, Magelang. Jalan sudah mulus beraspal, dan sudah banyak tumbuh bangunan baru ketimbang lanskap yang pernah kuingat ketika dulu aku berlarian di sepanjang pematang sawah. Namun pemandangan itu masih sama, bentangan persawahan dengan latar belakang Candi Borobudur yang selama ini hanya berada dalam mimpiku.

Indah bukan? Langit biru dan matahari yang berpijar di atas khatulistiwa. Harum rerumput yang meruap ke udara. Gemericik riak air yang menyusup di sela dedaunan. Aku ingin menikmati semua ini bersamamu, mengalaminya ujung perjalanan ini bersama-sama. Andai saja.

“Aku ingin sekali pergi ke negaramu!”

“Tentu! Nanti kau boleh tinggal di rumahku!

“Benar?”

“Benar!”

Malam itu, dibantu dengan beberapa biksu dari Vihara setempat aku melarung abu Freddie di sungai Opak, diiringi lilin-lilin yang menyala redup. Bulan purnama bersinar penuh, memantul di atas riak-riak air, menimbulkan kilauan cahaya bak sebuah jalan menuju sebuah kehidupan baru. Sutera dibacakan dengan sederhana, dan tak perlu upacara yang megah untuk itu semua. Sang Budha mengajarkan agar kita terlepas dari kemelekatan. Jasad adalah kemelekatan. Dan molekul partikel yang menghambur bersama desau angin dan desir air hanyalah cangkang kosong yang tak lagi berarti. Aku adalah debu. Kita semua hanyalah debu.

Aku tak akan pernah bisa menjawab apakah kehidupan setelah kematian ada ataukah tiada. Aku juga tidak pernah tahu apakah Freddie menungguku di seberang sana ataukah hanya kehampaan yang menanti. Aku diajari, bahwa mencapai Nirvana tidak sama dengan naik ke langit. Mempertanyakan kehidupan setelah kematian adalah hal yang tak relevan. Sama tidak layaknya seperti menanyakan kemana perginya api setelah ia padam(2). Kita tidak akan bisa mendefinisikan Nirvana karena kata-kata dan konsep kita senantiasa terbelenggu dengan apa yang bisa ditangkap oleh panca indera.

“Selamat jalan,” bisikku.



The End