Jen menatapku yang tengah menekan pelan penisku ke vaginanya.
“Ufffh..” Jen mengerang pelan.
Sumpah.. vagina kekasihku ini sungguh luar biasa.
Hangat.. basah.. tapi ngegrip banget mencengkeram penisku.
Aku menatapnya.. membiarkan penisku tenggelam sempurna ke dalam rahimnya.. sebelum aku mengecup bibirnya.
“Gak tahulah Jen.. mungkin karena sensasinya..? Yang jelas ini jauh lebih sehat kan..?”
Kataku sambi mengayun pelan.
Uffgh.. sulit untuk tidak mendesah di saat-saat seperti ini.
“SShhh.. Aku gak harus penasaran dengan tubuh kamu.. dan kamu gak bingung mencari pelampiasan..”
Jen mengalungkan tangannya ke leherku.
“Tapi kamu membuat aku lama-lama ketagihan masss..”
Bisik Jen.. sambil memejamkan matanya menikmati hempasan-hempasanku yang pelan dan lembut.
Slepph... clebbh.. clebhh.. clebbh.. clebhh..
“Ah mas Jo.. kkkontolmuu enaaaak bangeeeet..”
Desah Jen di telingaku.. mengangkat sedikit perutnya dalam proses itu.. sehingga vaginanya mengencang dan menjepit penisku dengan erat.
“Hhh.. mmemekkmuuu juga dahsyattt sayyyy.. ampuuuuun.. jepitannya.. ugghhhhhh..”
Aku merem melek.. mencoba merasakan setiap sentimeter dari selaput yang membungkus penisku
ini dengan gemas.
Kalo aku turuti keinginanku.. inginnya aku memompa secepat-cepatnya.. dan segera menggapai orgasmeku.
Tapi.. ah.. sungguhlah sayang kalo kenikmatan ini harus berakhir secepat itu..
Lagipula.. butuh setidaknya sentuhan intens di kedua payudara indahnya.. dan beberapa menit gosokan di klitorisnya sebelum Jen bisa menuju orgasme.
Dan sebelum itu setidaknya aku harus memompa sedikitnya 100 kali dengan rpm yang tinggi.
Aku nggak mau egois..
Aku bisa mencapai puncak dengan cepat.. sementara makhluk cantik ini harus memanas dengan sempurna baru bisa meledak..
Alasan Jen menyerahkan tubuhnya padaku adalah.. dia ingin meraih sesuatu yang hilang saat suaminya di penjara.
Dan aku harus memberinya lebih.. kalo ingin Jen terus menginginkanku.
“Massssshhhh..” Jen meratap.
Seperti memohonku untuk berbuat sesuatu.. dengan membengkaknya syaraf-syaraf di seluruh permukaan vaginanya.
Yang kutahu seperti racun yang menjalar cepat ke seluruh tubuhnya.
“Ya Jen sayang..?” Bisikku terengah di telinganya.
“Cepettinnnh dongngnghh.. Jen dah pengen muncakkkk..”
Bisiknya menghiba. Mengejan seolah sedang mencari-cari daya untuk menggapai orgasme-nya.
Aku cuma tersenyum menyeringai.
Kalo aku segera menuruti permintaannya.. aku yakin aku akan meledak lebih dulu.. dan Jen akan kehilangan momennya.
Aku menenangkannya dengan sebuah ciuman hangat.
“Sabar sayang.. aku masih enak begini..” Kataku.
Masih dengan ritme pelan.. menikmati kegelisahan Jen yang sudah mencapai ubun-ubun.
Aku menunggu hingga penisku sedikit terbiasa dengan rasa dahsyat yang melingkupinya.. dan bisa menaikkan RPM tanpa harus beresiko menghancurkan semuanya.
Aku memeluknya erat.
Bahkan degub jantungnya saja bisa membuatku orgasme.. Bisikku.
Memuji setengah memuja pada bidadari yang kini tengah terengah-engah di bawahku.
“Kammmuu.. ennaaaakkk Jennn..” Bisikku gemas.
Jen cuma mendesis seperti kepedasan sambil merem melek.
“Gedean mana kontolku sama Cahyo Jennnn..?”
Tanyaku.. sambil mengangkat tinggi kakinya.. hingga pantatnya ikut naik.. dan aku menyentuh sebuah gumpalan kecil di dalam dinding vaginanya.
Jen’s G-spot.
“Haduuuuuwhhh.. masssh.. ampuuuuunnnnn..”
Jen blingsatan seperti habis menelan cabe rawit setengah kilo.. menggeliat.. mencoba melepas sekaligus menarik penisku untuk menekan lebih dalam.
“Awh.. massshhhh.. gedean punyamuuuuhhhhh.. enakkan punyammmuuuuuhhh.. aaaaah.. mas.. akkkkuuu.. pipppiiisssshhhhh.. aaaakkhhhhhh..”
Jen melonjak-lonjak.. ketika vaginanya tak terkendali memancarkan cairan yang begitu banyak.. menyiram penisku..
menyiram pinggulku dan menetes di sprei kamarku yang biasanya..
Menjadi saksi penaklukanku akan istriku.
Ini adalah kali pertama aku menggumuli Jen di kamarku sendiri.
Aku berhenti bergoyang.
Jen sudah ekstase .. setara ejakulasi bagi kaum pria.
Aku yakin.. dengan beberapa tekanan lagi dia bisa ejakulasi lagi.
Tapi aku tidak mengejar itu..
Aku mengejar dan mencocokkan waktu orgasme-nya dengan orgasmeku.
Ya.. buat pria.. orgasme dan ejakulasi hampir selalu terjadi bersama-sama.
Tapi buat wanita.. orgasme dan ejakulasi adalah dua hal yang berbeda.
Setelah aku merasa kalo aku kuat bertahan di RPM tinggi.. aku mulai mempercepat goyanganku.
Dan mulai berhitung.
“Oh Jen.. memekmu enaaakkkk bangeeeet..”
Ucapku sambil meremas-remas putingnya dan masuk dengan keras dan cepat ke dalam vaginanya.
“Ayo muncak bareng Jennnnnn..!” Teriakku.
Jen sudah histeris.. dia meraihku.. mencakarku.. mengerang setengah berteriak dan mengangkat-angkat pantatnya.. menyambut tusukan-tusukan terdalamku sambil mengibas-ngibaskan kepalanya gemas.
“Aawhhhhhh.. masssss.. ayyooo oohh.. lebbbbihhh cepaaatttt masssshhhh.. aaahhkkkkk..!”
Tubuhnya bergerak tak terkendali ketika perasaan itu mulai merangkaki tubuhnya.
Aku sendiri merasakan kalo puncakku sendiri semakin dekat.
Aku menjilat.. membasahi ibu jari tangan kananku.. dan dengan cepat menekan dan menggosok-gosok klitoris Jen.. sambil mengayuh semakin cepat dan kuat menuju rahimnya yang menganga dahaga menanti spermaku.
“Aaaaarghhhhhh.. Jennnnnnn.. mmmmhhhhhhhh..”
“Mmmaaaasssssshhhh.. Jennnnn.. mmmmuncakkkkk kkk.. aaaahhhhh..”
Tidak ada yang dapat melukiskan kenikmatannya orgasme bareng.
Jen mengejat-ngejat seperti sekarat.. sedangkan vaginanya berkedut-kedut hebat.. memeras dan memilin-milin penisku..
Sementara penisku bergetar.. dan mulai bersiap-siap menyemprotkan benihku dalam jepitan hebat yang membuatku setengah menangis.. menunggu tekanan di dalam penisku cukup kuat mengimbangi jepitan vagina Jen.. hingga bisa memuncratkan isinya.
Aku melayang hampir mencapai galaksi andromeda ketika akhirnya saat itu tiba.
Tak ada lagi ketakutan akan kehamilan.
Aku dan Jen sudah tidak peduli.
Seks terlalu indah untuk dibatasi oleh kondom.. atau oleh alat-alat KB lainnya.
Seeks terlalu murni untuk dicampuri benda-benda yang tidak ilahi..
“Jennn..”
Aku menjatuhkan tubuhku menindih Jen.. dan segera membanjirinya dengan ciuman-ciuman buas yang membuatnya megap-megap kehabisan nafas.
Sungguh.. aku tidak akan pernah bosan menyetubuhimu Jen..
Beberapa menit kemudian..
“Mass..”
“Iya Jen?” Bisikku yang hampir terlelap di atasnya.
“Jen gak bisa napas mas..”
“Oh..”
Aku bangkit dan menggulingkan tubuhku di sampingnya.
“Maaf sayangku..” kataku lemas.
Jen cuma mendehem pelan.. mengatur nafasnya dan segera terlelap.
Aku bisa mendengar dengkur halusnya yang nyenyak tertidur.
Nina.. maafkan suamimu yang bodoh ini ya.. bisikku tanpa suara.
Aku menatap foto pernikahanku di tembok kamar dengan perasaan bersalah.. sebelum menyusul Jen ke negeri mimpi.
***
“Bisa hamil kamu ya Jen..? Padahal Cahyo sedang di penjara..”
Komentar Nina.. saat Jen memproklamasikan janin di perutnya.
“Gimana gak hamil kalo seminggu duakali dia nengokin Cahyo di Lapas mah..” Kataku sambil tersenyum.
Jen pura-pura tersipu.
Memang benar.. sejak seks perdana Jen denganku.. dia langsung memburu suaminya di Penjara.
Jika dia harus hamil.. setidaknya suaminya harus merasa bahwa itu adalah hasil dari perbuatannya.
“Kadang 3 kali Nin.. kalo mas Cahyo lagi horni banget..” Bisik Jen.
Nina memutar bola matanya tak percaya.
Aku tersenyum mendengar kata-kata Jen.
Dan cuma bisa berharap saat bayi itu lahir.. mukanya nggak terlalu mirip dengan Ryo..
TAMAT
No comments:
Post a Comment